Pertanyaan:
D-Lead yth.,
Apa yang dimaksud dengan Fidei Commis?
(Pertanyaan dari Gabriela Sekarputri)
Jawaban:
Pasal 879 KUHPer melarang secara tegas pengangkatan waris atau hibah wasiat lompat tangan, dengan sanksi bahwa pemberian yang sifatnya demikian adalah batal bagi yang diangkat atau bagi penerima hibah. Pasal 879 ayat 1 KUHPerdata menentukan bahwa pengangkatan waris atau pemberian hibah wasiat dengan lompat tangan, atau sebagai fidei commis adalah terlarang;
Pasal 879 ayat 2 KUHPer mengatur mengenai apa yang dimaksud dengan fidei commis. Fidei commis ialah suatu ketetapan wasiat, dimana orang yang diangkat sebagai ahli waris yang menerima hibah wasiat, diwajibkan untuk menyimpan barang-barang warisan atau hibahannya untuk kemudian menyerahkannya baik seluruh maupun sebagian kepada orang lain. Pasal tersebut menentukan bahwa oleh karena itu,pun bagi si yang diangkat atau yang menerima hibah, batal dan tak berhargalah setiap ketetapan, dengan mana masing-masing mereka diwajibkan menyimpan barang-barang warisan atau hibahnya, untuk kemudian menyerahkannya, baik seluruhnya maupun untuk sebagian, kepada orang ketiga. Di dalam fidei commis pada hakekatnya terdapat tiga pihak pihak yaitu :
- Pihak pertama: ialah pihak pembuat wasiat, pewaris atau testateur, yang sering disebut pula dengan istilah insteller;
- Pihak kedua: ialah atau orang yang pertama-tama ditunjuk sebagai ahli waris/legataris yang diberi tugas/kewajiban untuk menyimpan barang-barang tersebut dan nantinya menyampaikan kepada pihak ketiga. Pihak ini dinamakan pemikul beban atau bezwaarde; dan
- Pihak ketiga: ialah pihak atau orang yang akan menerima harta dari pewaris melalui pemikul beban atau bezwaarde, yang disebut dengan penunggu atau verwachter.
Di dalam Fidei Commis, maka Pembentuk Undang-undang bermaksud melarang pembuat testamen (testateur/instelller), untuk membuat suatu ketetapan yang membawa atau mempunyai akibat hukum yang beruntun (seri), atas satu atau beberapa barang yang sama terhadap beberapa orang secara urutan, dengan akibat barang-barang tersebut untuk jangka waktu lama tidak dapat dipindah tangankan;
Larangan memindah tangankan disini meliputi tiap tindakan pemilikan maupun larangan yang bersifat sementara atau selama-lamanya. Lembaga hukum demikian disebut pewarisan lompat tangan atau fidei commis substitutie, namun lazim disebut dengan singkat fidei commis. Pelanggaran dari larangan tersebut, mengakibatkan batalnya perbuatan tersebut.
Seperti testamen pada umumnya, maka suatu testamen yang berisi ketetapan fidie commis dapat berupa pengangkatan waris (erfstelling) ataupun suatu hibah wasiat (legaat). Dapat berupa pengangkatan waris lompat tangan atau legaat lompat tangan.
Mengenai kapan barang yang disimpan oleh pemikul beban (bezwaarde) diterimakan kepada penunggu atau orang yang menerima barang (verwachter), dalam undang-undang tidak ditetapkan waktunya. Undang-undang dalam Pasal 879 ayat 2 KUHPer hanya menentukan bahwa pemikul beban hanya diwajibkan untuk menyimpan guna kemudian hari kepada penunggu atau verwachter (Pasal 973, 974 KUHPer). Dalam hal ini Pitlo berpendapat bahwa: umumnya waktu yang ditentukan ialah saat matinya penunggu (verwachter), walaupun dapat saja pewaris menentukan saat yang lain.
Tujuan larangan tersebut ialah bahwa lembaga fidei commis berasal dari hukum Romawi yang telah mengalami perkembangan demikian rupa, sehingga seorang yang ingin agar barang-barangnya tetap utuh dan tidak terbagi-bagi mempergunakan lembaga tersebut untuk mempertahankan benda-benda warisan agar tidak cepat masuk ke dalam peredaran lalu lintas perdagangan;
Pada masa terbentuknya BW, masa orang berpikir individualistis kapitalis, maka dalam hal ini Pembentuk Undang-undang beranggapan bahwa fidei commis dapat menghambat dunia perdagangan, yaitu karena lembaga tersebut menyebabkan suatu barang untuk suatu jangka waktu yang lama berada di luar peredaran perdagangan. Oleh karena itu BW melarang lembaga hukum demikian (Pasal 879 KUHPer), dan pelanggaran atas larangan tersebut menyebabkan ketetapan demikian adalah batal dan tidak berharga (Pasal 879 ayat 2 KUHPer).
Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.
Sumber: Darmabrata, Wahyono. Hukum Perdata: Asas-asas Hukum Waris. Jakarta: Rizkita, 2012.