Pertanyaan:
D-Lead yth.,
Apa yang dimaksud dengan pencegahan perkawinan? Apa saja hal-hal yang perlu untuk diperhatikan para pihak pada saat hendak mengajukan upaya pencegahan perkawinan?
(Pertanyaan dari Prisakanti Maheswari)
Jawaban:
Pencegahan perkawinan merupakan upaya sebelum perkawinan dilangsungkan, sebagai upaya untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang berkepentingan dan berdasarkan alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang mencegah dilangsukannya perkawinan. Tujuannya ialah untuk mencegah berlangsungnya perkawinan yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dalam pelangsungan perkawinan. Dapat dikatakan bahwa hal yang berkaitan dengan pencegahan perkawinan telah diatur secara jelas di dalam Undang-undang Perkawinan. Pencegahan perkawinan diatur di dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 21 Undang-undang Perkawinan, Undang-undang No.1 tahun 1974. Beberapa hal yang diatur di dalam Undang-undang Perkawinan antara lain ialah:
- Pencegahan perkawinan dapat dilakukan:
- Jika terdapat pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan;
- Pencegahan perkawinan dilakukan terhadap seseorang yang masih terikat di dalam perkawinan dengan orang lain, sementara ia berkehendak untuk melangsungkan perkawinan baru, maka terhadap perkawinan baru tersebut dapat dilakukan upaya pencegahan;
- Pencegahan perkawinan terhadap berlangsungnya suatu perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya.
- Berdasarkan pengaturan tentang pencegahan perkawinan maka dapat disimpulkan pihak-pihak yang dapat melakukan upaya pencegahan perkawinan, yaitu:
- Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah;
- Saudara;
- Wali nikah;
- Wali/pengampu dari salah seorang suami-isteri;
- Pihak-pihak yang bekepentingan;
- Pihak yang lain yang karena perkawinannya masih terikat dengan salah seorang calon mempelai;
- Pejabat yang ditunjuk.
- Pencegahan tersebut diajukan kepada Pengadilan daerah hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada Pegawai Pencatat Perkawinan;
- Perkawinan dapat dilangsungkan jika:
- Pencegahan perkawinan dicabut dengan adanya putusan pengadilan;
- Para pihak/pihak yang mengajukan pencegahan tersebut menarik kembali permohonan pencegahan pada Pengadilan;
- Larangan bagi Pegawai Pencatat Perkawinan untuk melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan tersebut;
- Jika telah hilang rintangan yang mengakibatkan penolakan tersebut, maka bila para pihak ingin kawin dapat melakukan pemberitahuan tentang maksud mereka;
Hal yang perlu diperhatikan di dalam pencegahan perkawinan, ialah bahwa Undang-undang Perkawinan tidak mengatur mengenai pengampuan, pengertian dan kapan seorang diletakkan di bawah pengampuan, namun di dalam pasal 14 Undang-undang Perkawinan, disebutkan pengampuan. Menurut hemat kami, hal ini perlu penyempurnaan dalam pengaturan Pasal tersebut, dan perlu kebijakan apakah pengampuan akan diatur atau tidak di dalam Undang-undang. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) mengatur mengenai pengampuan di dalam Bab XVII, Pasal 433 sampai dengan Pasal 462.
Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.
Sumber: Darmabrata, Wahyono. dan Ari Wahyudi Hertanto, Penelitian tentang the Development of Civil Registration in Indonesia. Jakarta: Deutsche Gesselschaft Fuer Technische Zusammenarbeit GmbH (GTZ) Good Governance in Population Administration, 2004.