Apa yang Dimaksud dengan Pengingkaran Keabsahan Anak?

Share :

Pertanyaan:

D-Lead yth.,

Apa yang dimaksud dengan peningkaran keabsahan anak? Apakah hal ini diatur di dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan?

(Pertanyaan dari Shakira Denil)

Jawaban:

Pengingkaran keabsahan seorang anak, pada dasarnya telah diatur dalam Undang-undang Perkawinan, yaitu dalam Pasal 44 dan pasal 55. Bahwa, seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isteri bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu telah dilahirkan sebagai akibat dari perzinaan tersebut, dan Pengadilan memberikan keputusan tentang sah atau tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan. Sementara itu, asal – usul anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang authentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.

Pengaturan pengingkaran keabsahan anak dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dipandang lebih rinci dibandingkan dalam Undang-undangPerkawinan, dimana dalam pasal-pasal yang mengatur tentang pengingkaran keabsahan anak, yaitu Pasal 250 – 260 Kitab Undang-undang Hukum Perdata; telah diatur antara lain mengenai: alasan pengajuan pengingkaran keabsahan seorang anak oleh suami, jangka waktu pengajuan pengingkaran keabsahan oleh suami, dan kewenangan ahli waris dari pihak suami mengajukan tuntutan atas pengingkaran keabsahan anak baik sebagai tuntutan lanjutan dari si suami yang karena suatu sebab setelah melakukan pengingkaran keabasahan anak meninggal dunia.

Berkaitan dengan Pasal 44 Undang-undang Perkawinan, maka pemberlakukan pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) yang mengatur secara detail mengenai penyangkalan keabsahan seorang anak dapat saja diberlakukan sepanjang memang belum diatur secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan manapun termasuk dalam undang-undang perkawinan, hal tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang nasional yang berlaku, kebutuhan masyarakat menghendaki, dan dapat diberlakukan berdasarkan pada Pasal 66 Undang-undang Perkawinan, meskipun tentunya terlebih dahulu harus dilakukan penelitian atau pengkajian lebih lanjut mengenai hal itu.

Dalam penyangkalan siapakah yang mencatatkan putusan pengadilan tentang penyangkalan anak tersebut, apakah KUA atau PPP? Dalam hal ini apabila dilihat dalam Pasal 102, 103 KHI, dapat dikatakan dilakukan melalui Pengadilan Agama, yang dicatat melalui PPP.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.

Sumber: Darmabrata, Wahyono. dan Ari Wahyudi Hertanto, Penelitian tentang the Development of Civil Registration in Indonesia. Jakarta: Deutsche Gesselschaft Fuer Technische Zusammenarbeit GmbH (GTZ) Good Governance in Population Administration, 2004.

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?