Apa Yang Dimaksud dengan Zaak dalam KUH Perdata?

Share :

Pertanyaan:

D-Lead yth.,

Apakah yang dimaksud dengan zaak? Bagaimana KUHPerdata mengatur tentang zaak?

(Pertanyaan dari Joshua Julistio) 

Jawaban:

Dalam KUHPerdata kata zaak dipakai tidak hanya dalam arti barang yang berwujud saja, misalnya pasal 580 KUHPerdata menentukan bahwa beberapa hak yang disebut dalam pasal itu merupakan “benda tak bergerak”. Pasal 511 KUH Perdata juga menyebut beberapa hak, bunga uang, perhutangan dan penagihan sebagai benda bergerak. Di dalam ketentuan-ketentuan itu zaak dipakai tidak dalam arti barang yang berwujud, melainkan dalam arti “bagian daripada harta kekayaan” (vermogens bestanddeel) pasal 499 KUH perdata: Oleh Undang-undang dengan zaken diartikan semua barang dan hak yang dapat dijadikan objek dari hak milik.

Selain daripada itu di dalam KUH Perdata terdapat juga perkataan/istilah zaak yang tidak berarti benda, tetapi dipakai dalam arti yang lain lagi. Di sini zaak mempunyai arti:

  1. Perbuatan hukum, dalam pasal 1792 KUHPerdata; lastgeving ialah suatu perjanjian yang di situ seseorang memberikan kuasa kepada seorang lain, dan orang ini menerimanya, untuk melakukan suatu zaak buat lastgever itu.
  2. Kepentingan, dalam pasal 1354 KUHPerdata; Apabila seseorang dengan sukarela, tanpa mendapat pesanan untuk itu, untuk menyelenggarakan zaak seorang lain dengan atau tanpa diketahui orang ini dan sebagainya.
  3. Kenyataan Hukum, dalam pasal 1263 KUHPerdata perikatan dengan syarat menunda ialah perikatan yang tergantung atau daripada suatu kejadian yang akan datang dan tidak pasti, atau daripada suatu zaak yang sudah terjadi, tetapi belum diketahui oleh para pihak.

KUHPerdata sendiri jika memakai istilah “zaak” dalam arti objek hak mencampuradukkan kedua arti tersebut di atas (sebagai barang yang berwujud dan bagian dari harta Dalam sebagian pasal-pasal dari KUHPerdata Buku II kata zaak memang dapat diartikan sebagai bagian dari harta kekayaan, misal: pasal 501, pasal 503, pasal 508 dan pasal 511 KUHPerdata.

Dalam pasal-pasal lain dapat diartikan sebagai barang yang berwujud pasal 500, 520 KUH Perdata dan lain-lain. Malahan menurut sarjana-sarjana Hukum Perdata Belanda kata zaak terutama dipakai dalam arti barang yang berwujud, karena dalam KUH Perdata Buku II itu yang diatur oleh pembentuk undang-undang hampir semata-mata hanya hak atas barang yang berwujud saja. Hanya satu dua pasal secara insidentil menyebut hak atas barang yang tak berwujud, misalnya:

  1. Pasal 613 KUHPerdata: mengenai pemindahan beberapa barang yang tak berwujud.
  2. Pasal 814 KUHPerdata: mengenai hak memungut hasil atas bunga dan piutang.
  3. Pasal 1158 KUHPerdata: mengenai gadai atas piutang.
  4. Pasal 1164 KUHPerdata: mengenai hipotik atas hak-hak yang tertentu.

Sebagian terbesar dari pasal-pasal buku II KUHPerdata adalah mengatur mengenai benda dalam arti barang yang berwujud. Meskipun demikian namun penting untuk senantiasa membedakan antara zaak dalam arti barang yang berwujud dan zaak dalam arti bagian dari harta kekayaan. Dengan kata lain pen ting untuk membedakan antara soal, apakah sesuatu adalah zaak dalam lapangan zakenrecht dan soal apakah sesuatu itu adalah zaak dalam lapangan verbintenissenrecht.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.

Sumber: Hertanto, Ari Wahyudi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Praktek Bisnis, Cetakan Pertama, 2010, Penerbit Rizkita.

 

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?