Asas Mengenai Diri Pewaris

Share :

Pada asasnya pewarisan terjadi karena kematian seseorang

Meninggalnya Seorang Pewaris

Pewarisan pada asasnya terjadi karena meninggalnya seseorang atau terjadi karena kematian. Hal ini dapat kita simpulkan dari Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pasal tersebut secara garis besar menentukan bahwa: pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Dengan demikian, maka pada asasnya, kita bau berbicara tentang warisan, jika ada seseorang yang meninggal dunia. Dengan perkataan lain, maka pewarisan baru terjadi kalau ada seseorang yang meninggal dunia, ada ahli waris dan harta kekayaan yang ditinggalkan. Tentunya dengan memperhatikan syarat-syarat atau pengaturannya di dalam undang-undang.

Pengertian meninggal dunia ialah meninggal secara wajar, karena di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dikenal pengertian kematian perdata. Berdasarkan prinsip bahwa pewarisan terjadi karena kematian seseorang, maka pada asasnya tidak dapat seseorang itu melepaskan warisan atau memperjanjikan sesuatu hak terhadap warisan yang belum terbuka. Hal tersebut dapat kita simpulkan dari Pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

     Pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut secara garis besar menentukan bahwa: Barang-Barang yang baru ada dikemudian hari dapat menjadi pokok perjanjian. Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan warisan yang belum terbuka ataupun meminta diperjanjikan sesuatu hak mengenai hal itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan tersebut.

  Ketentuan tersebut di atas pada dasarnya merupakan konsekuensi logis dari prinsip yang terkandung di dalam Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, mengingat bahwa kita baru berbicara mengenai soal warisansetelah seseorang meninggal dunia, dan belum dapat berbicara mengenai hal itu jika pewaris masih hidup.

     Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa, jika ahli waris  mengadakan kesepakatan dengan pewaris dalam bentuk perjanjian mengenai harta warisan, jadi mengadakan kesepakatan warisan belum terbuka, pada asasnya undang-undang melarangnya, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Namun jika pewaris membuat suatu pernyataan dalam bentuk akta, mengenai apa yang dikehendaki berkaitan dengan harta kekayaan setelah orang tersebut atau si pembuatnya meninggal dunia, undang-undang tidak melarangnya. Jadi apabla si pewaris menyatakan kehendaknya dalam surat wasiat atau testamen, maka undang-undang tidak melarangnya (Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Meninggalnya seseorang yang sulit ditentukan karena meninggal secara bersamaan

   Bagaimanakah akibatnya, jika beberapa orang yang saling mewaris satu sama lain meninggal tanpa diketahui siapa di antara mereka yang meninggal dunia lebih dahulu, karena meniggal secara bersamaan?

      Pada hakekatnya saat kematian sseorang memegang peranan penting di dalam pewarisan. Saat kematian di dalam pewarisan. Saat kematian tersbut pada hakekatnya menentukan sejak kapan hak dan kewajiban pewaris beralih kepada para ahli warisnya, dan siapa yang berhak mewarisi harta kekayaan pewaris. Meninggalnya seseorang pada asasnya mudah dibuktikan, yakni dengan akta kematian. Namun dalam hal-hal tertentu, kita dapat menjumpai suatu keadaan, dimana sulit untuk menentukan kematian seseorang, yaitu dalam hal seseorang atau lebih meninggal dan tidak diketahui siapa di anatara mereka yang meninggal dunia lebih dahulu. Misalnya dalah hal satu keluarga, yang terdiri dari kakek, nenek, dan cucu serta orang tua ,pergi bersama-sama dalam suatu kegiatan pariwisata, kemudian mereka mengalami kecelakaan dan meinggal dunia, tanpa diketahui sipaa dinatara mereka yang meninggal dahulu. Dalam hal ini, pembentuk Undang-Undang, demi kepastian hukum menentukan bahwa mereka dianggap meninggal pada saat bersamaan dan konsekuensinya diantara mereka tidak terjadi pewarisan satu sama lain.

            Pasal 831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa:

Bila beberapa orang, yang antara seorang dengan yang lainnya ada hubungan pewarisan, memnggal karena suatu kecelakaan yang sama, atau meninggal pada hari yang sama, tanpa diketahui siapa yang meninggal lebih dahulu, maka mereka dianggap meninggal pada saat yang sama, dan terjadi peralihan warisan dan yang seorang kepada yang lainnya.

Karena Diduga Meninggal Dunia

Terhadap asas tersebut di atas, yaitu = pewarisan terjadi karena meninggalnya seseorang terdapat pengecualian, yaitu sebagaimana diatur di dalam Pasal 467  dan Pasal 470 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yakni dalam hal seseorang meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa adanya kabar dari yang bersangkutan, tentang masih hidup atau tidaknyaorang tersebut, maka dalam hal ini undang-undang menentukan bahwa orang yang tidak hadir tersebut melalui prosedur tertentu dapat dinyatakan telah meninggal dunia.

Pasal 467 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa:

Jika terjadi, seorang telah meniggalkan tempat tinggalnya dengan tidak memberi kuasa kepada seorang wali, guna mewakili dirinya danmengurus harta kekayaannya, pun tidak mengatur urusan-urusan dan kepentingan-kepentingan itu, apabila lima tahun telah lewat setelah keberangkatannya dari tempat tinggal itu, atau lima tahun setelah diperoleh kabar yang terakhir yang membuktikan bahwa pada waktu itu ia masih hidup, sedangkan dalam waktu lima tahun itu tak pernah terdapat tanda-tanda tentang masih atau meninggalnya si yang tak hadir tadi, maka tak pedulilah apakah dalam hal ini telah atau belum diperintahkan tindakan-tindakan sementara, si yang demikiantak hadir tadi, atas permintaan yang berkepentingan dan setelah memproleh ijin dari pengadilan negeri tempat tinggal yang ditingglkan, boleh dipanggil guna menghadap di muka pengadilan yang sama, pemanggilan  mana dilakukan selama tiga bulan atau sedemikan, sebagaimana pengambilan kirannya berkenan memerintahkannya.

Pasal 470 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa:

Jika terjadi orang tatkala meninggalkan tempat tinggalnya telah mengangkat seorang kuasa guna mewakili mengurus harta kekayaannya, dan apabila 10 tahun telah lewat setelah berangkatnya atau setelah kabar terakhir masa hidupnya, sedangkan dalam amsa 10 tahun tidak terdapat tanda-tanda tentang masih hidup atau setelah meninggalnya, maka yang demikian tak hadir itu atas permintaan para yang berkepentingan boleh dipanggil dan boleh dinyatakan ada dugaan hukum bahwa orang itu telah meninggal dunia, dengan cara dan menurut ketentua-ketentuan dalam 3 ayat yang lalu. Tenggang waktu selama waktu 10 tahun ini hdiharuskan, pun sekiranya kuasa yang diangkat atau aturan yang diadakan oleh si yang tak hadir lebih dahulu berakhir.

     Hal tersebut diatas atau keadaan tak hadirnya seseorang  dapat dikatakan merupakan pengecualian dari Pasal 870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, oleh karena ada kemungkinan bahwa orang yang diduga telah meninggal dunia tersebut masih hidup. Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa pada saat meningalnya seseorang memegang peranan yang penting bahkan sangat menentukan dalam masalah perwarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?