Pertanyaan:
D-Lead yth.,
Apa yang akan terjadi jika anak luar kawin mengemban status sebagai seorang Pewaris? Bagaimana KUHPerdata mengatur mengenai hal ini?
(Pertanyaan dari Daniel Situmorang)
Jawaban:
Dalam ilmu hukum lazim pula dipergunakan hak waris pasif anak luar kawin atau hukum waris pasif anak luar kawin. Hal itu dimaksudkan anak luar kawin sebagai pewaris. Pasal 870 KUHPerdata secara garis besar menentukan bahwa, “warisan anak luar kawin adalah untuk sekalian keturunan dan suami-isteri yang hidup terlama.”
Dalam hal anak luar kawin meninggal dunia, maka anak luar kawin dianggap sebagai pewaris biasa, yaitu sama dengan pewaris yang lain, dengan demikian diberlakukan hukum waris yang diatur dalam Buku II Bab XII Bagian I tentang Ketentuan Umum dan Bagian II tentang Pewarisan Keluarga Sedarah. Dalam hal anak luar kawin sebagai pewaris, juga berlaku penggantian tempat, dalam hal keturunan anak luar kawin meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris.
Dalam hal ahli waris golongan I tidak ada, maka berlaku ketentuan Pasal 870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang isinya menyimpang dari ketentuan Pasal 854, 855, 856 dan 857 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dengan demikian yang berhak mewaris ialah ayah atau ibu yang mengakuinya. Orang tua pewaris yang mengakui berbagi sama besar, masing-masing mendapatkan 1/2 bagian, jika keduanya mengakuinya. (Pasal 870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Jika hanya ayah atau ibu yang mengakuinya, maka seluruh warisan jatuh kepada ayah atau ibu yang mengakuinya (Pasal 870 KUHPer).
Dalam hal anak luar kawin meninggal, tanpa meninggalkan keturunan dan atau suami atau isteri yang hidup terlama, dan kedua orang tua telah meninggal dunia, maka dalam hal anak luar kawin sebagai pewaris mempunyai barang yang dulu diperoleh dari orangtuanya, maka keturunan yang sah ayah atau ibu yang mengakui berhak menuntut barang-barang tersebut dikembalikan kepada mereka. Adapun barang-barang lainnya akan diwaris oleh saudara-saudaranya laki-laki dan perempuan, atau para keturunan mereka yang sah. (Pasal 871 KUHPer).
Pasal 871 KUHPerdata menentukan bahwa: Jika seorang anak luar kawin meninggal dunia dengan tak meninggalkan keturunan, maupun suami atau isteri, sedangkan kedua orang tuanya telah meninggal lebih dahulu, maka, barang-barang yang dulu diwariskan dari orang tua itu, jika masih ada dalam wujudnya, akan pulang kembali pada keturunan yang sah dari bapak atau ibunya; hal yang demikian itu berlaku juga terhadap hak-hak si meninggal untuk menuntut kembali sesuatu, jika ini telah dijualnya dan uang belum dibayar. Undang-undang sama sekali tidak memberikan hak kepada seorang anak luar kawin terhadap barang-barang para keluarga sedarah dari kedua orang tuanya… (Pasal 872 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
Dalam hal anak luar kawin meninggal dunia dengan tidak meninggalkan keturunan, maupun suami atau isteri yang hidup terlama maupun pula bapak atau ibunya, maupun mereka, maka warisan adalah dengan mengesampingkan negara, untuk diwaris oleh para keluarga terdekat dari bapak atau ibunya yang telah mengakui dia, dan sekiranya mereka berdualah yang mengakuinya, maka setengah bagian adalah untuk para keluarga sedarah yang terdekat dalam garis bapak, sedangkan setengah bagian lainnya untuk keluarga sedarah dalam garis ibu. (Pasal 873 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Dalam hal ini pembagian dalam kedua garis dilakukan menurut peraturan mengenai pewarisan biasa (Pasal 873 ayat 3 KUHPer). Apabila tidak ada lagi anggota keluarga yang mempunyai hak waris, maka warisan jatuh pada negara (Pasal 873 ayat 2 KUHPer).
Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.
Sumber: Darmabrata, Wahyono. Hukum Perdata: Asas-asas Hukum Waris. Jakarta: Rizkita, 2012.