Bagaimana Hukum Waris Diterapkan di Indonesia?

Share :

Pertanyaan:

D-Lead yth.,

Bagaimana Hukum Waris diterapkan di Indonesia?

(Pertanyaan dari Ahmad Alfarizy)

Jawaban:

  • Hukum Waris Bersifat Mengatur

Bagi mereka yang tunduk pada hukum perdata barat maka pelaksanaan pewarisan pada asasnya harus berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang, yakni berdasarkan pada ketentuan dalam Buku II KUHPer yang mengatur mengenai hukum waris. Namun demikian, undang-undang dalam batas-batas tertentu yang ditentukan, memberikan keleluasaan kepada pewaris untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan, misalnya dengan membuat surat wasiat atau testamen. Dalam hal pewaris membuat wasiat, maka dengan demikian pelaksanaan pewarisan haruslah terlebih dahulu melaksanakan wasiat yang dibuat oleh pewaris (pewarisan ad testamento), baru sesudah itu pewarisan menurut undang-undang dilakukan (pewarisan ab intestato). Dengan demikian, di dalam melaksanakan pewarisan, maka pada dasarnya harus didasarkan  pada ketentuan undang-undang (pewarisan ab intestato), namun jika pewaris dengan tegas mengadakan penyimpangan dalam batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang membuat testamen (pewarisan ad testamento), maka pewarisan berdasarkan testamen haruslah dilaksanakan lebih dahulu. Asas ini dapat kita simpulkan dari Pasal 874 KUHPer, yang menentukan bahwa: Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya seseuatu ketetapan yang sah. Sesuatu ketetapan yang sah dimaksudkan adalah wasiat. Dengan demikian maka atas suatu pewarisan berlakulah ketentuan-ketentuan tentang pewarisan berdasarkan undang-undang kecuali pewaris mengambil ketetapan lain dalam suatu wasiat. Dapat disimpulkan bahwa hukum waris merupakan hukum yang bersifat mengatur (aanvullendrecht), walaupun di dalamnya ada ketentuan-ketentuan dalam hukum waris yang sifatnya memaksa (dwingendrecht), dalam arti tidak boleh disimpangi. Hal ini secara umum berarti bahwa pelaksanaan warisan berdasarkan wasiat atau testamen didahulukan daripada pewarisan menurut undang-undang.

  • Unsur Individual dan Unsur Sosial Dalam Pewarisan

Berdasarkan pembahasan tersebut  di atas, yang berkaitan dengan berlakunya ketentuan-ketentuan hukum waris yang diatur di dalam undang-undang,  aka perlu pula diperhatikan unsur pewarisan. Dalam pewarisan dikenal 2 unsur pewarisan yakni:

  • Unsur individual

Unsur individual dalam pewarisan memberikan gambaran bahwa pada asasnya seseorang yang memiliki suatu benda, maka dia mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk berbuat  apa  saja atas benda yang dimilikinya. Orang tersebut bebas untuk berbuat apa saja atas bendanya. Misalnya dapat menjual, menghibahkan, membebankan dsb. benda atau harta kekayaan yang menjadi miliknya kepada orang lain menurut kehendaknya.

  • Unsur Sosial

Unsur sosial, memberikan gambaran bahwa apabila kepada pewaris diberikan keleluasaan yang sebesar-besarnya untuk menghibahkan harta bendanya kepada orang lain, atau untuk mengapa sajakan harta bendanya, maka ada kemungkinan perbuatan tersebut akan menimbulkan kerugian kepada ahli waris yang sebenarnya mempunyai hak waris atas harta benda tersebut,  karena ada kemungkinan mereka tidak mendapatkan bagian dari harta benda pewaris, karena telah habis dihibahkan atau dihibah wasiatkan. Oleh karena itu undang-undang memberikan batasan-batasan terhadap kebebasan tersebut demi kepentingan para ahli  waris tertentu, yang sangat dekat, yang tujuannya untuk kepentingan mereka. Pembatasan tersebut dalam bentuk bagian tertentu atau bagian mutlak bagi ahli waris tertentu, yaitu ahli waris dalam garis lurus, baik ke bawah maupun ke atas, yang tidak boleh dikesampingkan oleh pewaris yang dikenal dengan legitime portie. Dengan demikian yang dimaksud dengan legitieme portie ialah bagian mutlak, atau bagian tertentu bagi ahli waris tertentu yaitu ahli waris dalam garis lurus yang tidak boleh dikesampingkan oleh pewaris. Oleh karena itu  bagian mutlak diatur dalam bagian yang mengatur testamen atau wasiat, karena legitieme  portie  dapat dikatakan merupakan  pembatasan  bagi pewaris  dalam membuat testamen, yang berisikan hibah ataupun hibah wasiat. Pasal 913 KUHPer menentukan bahwa:

“Bagian mutlak atau legitieme portie ialah bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang terhadap bagian mana si yang meninggal tidak diperbolehkan menetapkan sesuatu baik  selaku pemberian antara yang masih hidup maupun selaku wasiat.”

Legitieme portie diatur di dalam bagian yang mengatur mengenai hibah wasiat, karena merupakan pembatasan pewaris dalam memberikan wasiat kepada orang lain, untuk melindungi kepentingan ahli  waris tertentu.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.

Sumber: Darmabrata, Wahyono. Hukum Perdata: Asas-asas Hukum Waris. Jakarta: Rizkita, 2012.

 

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?