Perbedaan Pajak dan Pungutan Lainnya

Share :

Pajak merupakan instrumen dalam bentuk pungutan yang berkontribusi terhadap penerimaan negara. Per April 2023, pendapatan dari pajak mencapai Rp 688,15 triliun atau setara 40,05% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Hal ini berarti hampir setengah dari persentase APBN bersumber dari pajak sehingga menjadikannya salah satu kebijakan penting terhadap pembangunan negara Indonesia.

Pembahasan mengenai pajak selalu menarik diulik selama pemerintah memberlakukan kebijakan pemungutannya. Selain pajak, terdapat jenis pungutan lainnya seperti retribusi, bea, cukai, dan sumbangan. Berikut adalah hal-hal yang perlu diketahui untuk mengenal perbedaan pajak dan pungutan lainnya secara umum.

1. Pajak Adalah Pungutan yang “Dipaksakan”

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan definisi dalam Kitab Undang-Undang Perpajakan (KUP) tersebut, dapat dipahami bahwa pajak merupakan pungutan yang dibebankan dan “dipaksakan” berdasarkan undang-undang perpajakan kepada masyarakat.

Salah satu contoh pajak yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang dan jasa dengan syarat dan kondisi tertentu. Dengan diberlakukannya PPN, maka masyarakat suka ataupun tidak harus membayarnya seiring dengan transaksi yang dilakukan terhadap jual-beli barang atau jasa tersebut. Imbalan yang didapatkan masyarakat terhadap PPN juga bersifat tidak langsung, tetapi dapat berwujud penciptaan lapangan pekerjaan, membiayai proyek pembangunan nasional, dan lainnya.

2. Jenis Pungutan Selain Pajak

Indonesia memberlakukan beberapa jenis pungutan resmi lainnya selain pajak, yaitu retribusi, bea, dan cukai. Selain itu ada pula pungutan yang kerap dianggap tidak resmi, yaitu pungutan. Dalam hal ini pungutan dalam bentuk sumbangan diatur dalam UU No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang.

Retribusi merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi diatur dalam UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berbeda dengan pajak, tidak ada unsur paksaan dalam kewajiban pembayaran retribusi. Selain itu pembayaran retribusi hanya dikenakan kepada orang-orang yang menggunakan jasa dari retribusi tersebut. Contohnya retribusi jasa tertentu seperti restoran, tempat hiburan malam, dll. atau retribusi perizinan.

Bea merupakan pungutan yang dikenakan atas transaksi ekspor dan impor. Berdasarkan transaksinya, bea terbagi menjadi bea ekspor dan bea impor. Bea ekspor atau bea keluar adalah pungutan yang dikenakan pada barang-barang yang akan diekspor ke luar negeri, sedangkan pungutan yang dikenakan pada barang yang akan diekspor ke dalam negeri dalam rangka impor disebut bea impor atau bea masuk. Pungutan bea ekspor dan impor dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Selain itu dikenal pula bea materai, pungutan yang dikenakan atas dokumen resmi yang diatur melalui UU Materai.

Pada umumnya banyak yang memahami bea dan cukai adalah hal yang sama, padahal kedua pungutan tersebut berbeda. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang cukai. Sifat dan karakteristik yang dimaksud melekat pada barang yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, serta pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Contohnya cukai rokok.

3. Perbedaan Pajak dan Pungutan Lainnya

Meskipun sama-sama pungutan resmi, Pajak dibedakan dari Retribusi, Bea dan Cukai. Berikut adalah perbedaan pajak dan pungutan resmi lainnya.

Pajak Pungutan Resmi Lainnya
Pemungutan pajak dilakukan atas dasar undang-undang. Pemungutan didasarkan peraturan pemerintah, peraturan menteri, atau peraturan kepala daerah.
Tidak ada imbalan jasa (prestasi) secara langsung setelah membayar pajak. Ada imbalan langsung yang diberikan kepada masyarakat.
Perhitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak. Perhitungan pungutan resmi dilakukan oleh pemerintah nasional atau daerah.
Jatuh tempo pembayaran pajak sesuai dengan tahun fiskal. Untuk pungutan resmi, pembayaran dilakukan sesuai pemakaian.
Pembayaran sifatnya memaksa. Pungutan resmi bersifat sebagai pungutan yang disesuaikan dengan kebijakan yang diberlakukan.
Sanksi hukum diatur dalam undang-undang. Sanksi hukum diatur lewat kebijakan pemerintah daerah (retribusi) dan kementerian terkait (bea dan cukai).

 

Sumber:

Mustaqiem. 2014. Perpajakan dalam Konteks Teori dan Hukum Pajak di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Buku Litera.

Mujiyati, Abdul Aris. 2021. Seluk Beluk Perpajakan Indonesia. Surakarta: Penerbit Muhammadiyah University Press.

Kementerian Keuangan RI. 2023. Tumbuh Moderat, Penerimaan Pajak Capai Rp688,15 Triliun per April 2023. https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/tumbuh-moderat-penerimaan-pajak-capai-688T

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

 

 

Ditulis oleh Rifqi Akbar Darmawan, S.H.

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?