Hipotik Terhadap Kapal Laut dan Piutang Istimewa, Tata Cara Penyelesaiannya

Share :

Pertanyaan:

Pengasuh rubrik hukum yth.,

Perkenankanlah kami untuk mengajukan pertanyaan seputar hipotik kapal berikut aspek-aspek hukum yang terkait didalamnya. Hal mana kami mengalami kendala teknis dalam proses pembebanan jaminan sehubungan dengan fasilitas kredit yang akan kami terima. Ketidakjelasan dimaksud lebih dikarenakan tatanan legalnya dan bukan komersialnya. Objek yang akan diletakan jaminan adalah kapal laut, yang merupakan aset dari perusahaan yang kami kelola.

Sehubungan dengan uraian pengantar tersebut di atas, maka pertanyaan kami adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana kedudukan penjaminan hipotik (atas kapal), khususnya berkenaan dengan prinsip-prinsip dasarnya?
  2. Dasar hukum dari dipergunakannya kapal laut sebagai objek jaminan?
  3. Kedudukan jaminan hipotik kapal secara hukum.
  4. Bagaimana tata cara penjaminan yang semestinya?

Sebelum dan sesudahnya kami mengucapkan banyak terima kasih.

Hormat kami,

Edwin – Jakarta Barat

Jawab:

Hipotik diatur dalam Pasal 1162 – 1232 KUHPer. Sedang definisi hipotik terdapat di dalam Pasal 1162 KUHPer yang berbunyi sebagai berikut: “hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak untuk mengambil dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.” Dengan demikian hipotik adalah hak untuk menjamin pembayaran hutang. Hak hipotik hanya berisi hak untuk pelunasan hutang saja dan tidak mengandung hak untuk menguasai/memiliki benda itu.

Menurut Pasal 1178 ayat 2 KUHPer pemegang hipotik yang pertama mendapat wewenang untuk menjual lelang benda jaminan di muka umum, apabila jumlah pokok jaminan beserta bunganya tidak dibayar pada waktunya. Dengan hasil penjualan lelang itu dia mendapatkan kembali jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya.

Asas hukum hipotik kapal laut mengikuti asas hipotik pada umumnya seperti:

Bersifat accesoir

Hipotik merupakan perjanjian accesoir, perhatikan pada Pasal 315 b Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”). Pada Pasal ini jelas tersirat sifat accesoir hipotik kapal. Dan kapal ini bersamaan dengan ketentuan Pasal 1162 KUHPer, yang menegaskan bahwa perjanjian hipotik merupakan lanjutan dari perjanjian hutang antara pihak pemberi hipotik dengan pihak pemegang hipotik.

Dengan demikian asumsinya adalah perjanjian hipotik baru dapat timbul setelah lebih dulu ada perjanjian pokok berupa perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit). Tujuan perjanjian hipotik sebagai perjanjian accesoir atas perjanjian pokok, bermaksud menguatkan terjaminnya kepentingan pelunasan hutang debitur kepada kreditur berupa ikatan pemberian jaminan benda tertentu milik debitur.

Hipotik sebagai perjanjian yang bersifat accesoir, tidak mungkin lahir tanpa didahului adanya perjanjian pokok dalam bentuk perjanjian kredit (hutang-piutang). Hipotik timbul dan tenggelam bersamaan dengan timbul dan tenggelamnya perjanjian pokok. Selama perjanjian pokok masih ada (belum dilunasi), hipotik yang diperjanjikan tetap ada dan utuh. Sebaliknya, hapus atau batalnya perjanjian pokok mengakibatkan hapus atau batalnya perjanjian hipotik.

Spesialitas

Maksud asas spesialitas, benda objek hipotik harus “pasti dan tertentu”. Penunjukan benda objek hipotik tidak boleh bersifat umum. Misalnya, tidak boleh hanya menyebut bahwa hipotik meliputi semua harta kekayaan debitur. Tetapi harus menunjuk dan menyebut secara pasti benda yang sudah ada dan tertentu. Tertentu dan pasti sifat jenis, ukuran, dan luasnya. Ini berarti, kalau barang yang dihipotikkan berupa kapal, harus ditentukan secara jelas dan pasti, kapal yang mana yang menjadi objek perjanjian hipotik.

Bersifat kebendaan mengikuti bendanya di dalam tangan siapapun benda itu berada (Pasal 1162 KUHPer jo 315 KUHD).

Asas ini ditegaskan pada Pasal 1162 KUHPer demikian pula dalam Pasal 315 KUHD. Maksudnya: hak kebendaan yang terkandung dalam hipotik, bersifat absolut. Itu sebabnya hak kebendaan yang melekat pada hipotik memiliki karakter “droit de suite”. Hak kebendaan hipotik tidak bersifat relatif dan personal, yang hanya berlaku terhadap orang tertentu saja. Akan tetapi kekuatan hak kebendaannya menjangkau siapa saja. Selama ikatan hipotik masih ada, hak pihak kreditur untuk menuntut pelunasan hutang dari benda objek hipotik tetap melekat, di tangan siapapun benda hipotik itu berada. Tidak menjadi soal apakah benda objek hipotik telah beralih (dijual) pihak debitur kepada pihak ketiga.

Atau sekiranya pun perpindahan benda hipotik dari debitur kepada pihak ketiga melalui executorial verkoop (penjualan lelang) berdasar keputusan atau penetapan hakim, perpindahan yang demikian kepada pihak ketiga, tidak menganggalkan hak kebendaan kreditur atas benda hipotik. Hal ini telah diperingatkan dengan tegas dalam Pasal 1210 KUHPer, jo Pasal 315 c KUHD.

Tidak dapat dibagi (Pasal 1163 KUHPer)

Sering dengan asas spesialitas di atas, suatu barang yang telah diletakkan di atasnya hipotik, tidak dapat dibagi-bagi (onder baar) berdasar besar kecilnya jumlah hutang yang telah dibayar. Pokoknya selama hutang belum dilunasi seluruhnya, selama itu hipotik tetap melekat seutuhnya  di atas benda objek hipotik. Debitur tidak dapat menuntut penghapusan hipotik atas sebagian benda hipotik atas alas an bahwa debitur telah membayar sebagian hutang. Pencoretan atau penghapusan hipotik (roya) tidak dapat dilakukan secara parsial, kecuali pihak kreditur menyetujuinya dengan jalan membuat akta hipotik baru. Oleh karena itu, sekalipun hutang tinggal sedikit, hal itu tidak menyebabkan hapusnya hipotik atas sebagian benda. Selama seluruh hutang dan bunga yang diperjanjikan belum lunas secara keseluruhan, debitur tidak dapat menuntut penghapusan atas sebagian hipotik atas benda objek hipotik, karena itu bertentangan dengan asas: “ hipotik tidak dapat dibagi-bagi”. Asas ini diatur dalam Pasal 1163 KUHPer.

Sekalipun pasal yang demikian tidak ada diatur dalam KUHD serta pasal 315 c KUHD tidak menyatakan Pasal 1163 KUHPer berlaku terhadap hipotik kapal, saya berpendapat asas ini sejalan dan merupakan rangkaian asas yang sistematis dengan asas hak kebendaan yang diatur dalam Pasal 315 b KUHD.

Tidak dapat dibebankan oleh pemilik barang (1168 KUHPer jo Pasal 315 c KUHD).

Asas ini diatur dalam Pasal 1168 KUHPer. Pasal 1168 KUHPer tersebut menurut pasal 315 c KUHD berlaku sebagai asas dalam ikatan hipotik kapal.

Hanya pengertian milik disini adalah luas. Bukan berarti mesti bersifat “hak milik”. Apalagi mengenai tanah. Banyak bentuk hak yang bisa dilekatkan terhadap tanah. Bisa berupa Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan sebagainya. Oleh karena makna asas ini harus diperluas dengan pengertian bahwa hipotik atas suatu benda hanya dapat dilakukan oleh orang yang berhak dan wewenang memindah tangankan barang yang bersangkutan.

Asas ini sepanjang mengenai kapal tidak begitu menimbulkan persoalan. Karena pada dasarnya kapal hanya dapat didaftarkan oleh pemilik dalam bentuk kepemilikan yang sebenarnya. Hak sewa kapal sudah jelas bukan merupakan hak yang bersifat memberi hak kepada penyewa kepal untuk memindahtangankan kapal.

Jumlah hutang dapat diperhitungkan (Pasal 1176 KUHPer jo Pasal 315 c KUHD).

Asas penyebutan jumlah hutang yang pasti atau dapat diperhitungkan dalam akta hipotik, diatur dalam Pasal 1176 KUHPer. Dimana pasal ini ditampung oleh Pasal 315 c KUHD, sehingga asas ini berlaku bagi hipotik kapal.

Landasan Hukum Hipotik Kapal

Landasan hukum hipotik kapal laut menurut hukum positif terdapat pada peraturan perundang-undangan jaman Hindia Belanda yang masih berlaku hingga saat ini ditambah peraturan perundang-undangan produk masa kemerdekaan.

Peraturan jaman Hindia Belanda adalah:

  1. KUHPer dan KUHD.
  2. Zeebrieven en scheepspassen beslut (S. 1934 no. 78) (Besluit tentang Surat Laut dan Pas Kapal).
  3. Zeebrieven en scheepspassen ordonantie (S. 1935 no. 492) (Ordonantie tentang Surat Laut dan Pas Kapal).
  4. Regeling vd Teboekstelling van schepen (S. 1933 no. 48)(Peraturan Pendaftaran Kapal).

Prosedur Pemasangan Hipotik Kapal Laut

Sebelum dilakukannya pemasangan hipotik, maka terdapat adanya suatu perjanjian kredit terlebih dahulu yang merupakan perjanjian pokok sebagai dasar dari pada perjanjian hipotik kapal. Bentuk perjanjian pokok tersebut adalah bebas dapat berbentuk akta di bawah tangan. Akta notaris atau perjanjian kredit biasa.

Pemasangan hipotik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. Dibuat di hadapan pegawai pencatat balik nama (Syahbandar pada kantor Administrator Pelabuhan Kelas I, II, dan III) (Psal 15 d Jo Pasal 36 d Jo Pasal 53 Jo Pasal 57 ayat 2 jo Pasal 38 ayat 2 jo Pasal 53 ayat 2 Peraturan Menteri Perhubungan No. KM/81/OT 002/Phb-85).
  2. Dibuat di hadapan pegawai pencatat balik nama.
  3. dibuat di tempat kapal terdaftar.
  4. Dibuat oleh para pihak yang bersangkutan (kreditur dan debitur).
  5. Dibuat dengan akta otentik, dimana di dalam gross akta tersebut tertulis “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga mempunyai kekuatan seperti layaknya putusan hakim pengadilan (mempunyai kekuatan eksekutorial).

Syarat-syarat di atas tercantum  di dalam pasal 24 peraturan pendaftaran kapal/OPK S 1933 No. 48.

Sesudah pemasangan hipotik dan sekaligus pendaftaran akta hipotik di hadapan  pegawai pencatat balik nama. Maka selesailah sudah proses pemasangan hipotik. Surat-surat yang diperlukan pada saat melakukan pemasangan hipotik adalah sebagai berikut:

  1. akta otentik atau bawah tangan tentang pengakuan tentang pengakuan utang si debitur kepada kreditur.
  2. akta pendaftaran kapal.
  3. Surat ukur kapal.
  4. Surat bukti pembayaran uang leges dari kantor kas Negara.

Akibat hukum Pendaftaran Hipotik Kapal

  1. Hipotik kapal yang didaftrakan mempunyai kekuatan mengikat.
  2. kekuatan mengikat dan kekuatan eksekutorial terhitung sejak tanggal pendaftaran hipotik.
  3. Pendaftaran melekatkan sifat kebendaan terhadap tagihan yang dijamin dengan hipotik (Pasal 315 b KUHD).
  4. Pendaftaran menentukan tingkat hipotik (315 KUHD jo Pasal 1181 KUHPer).
  5. Pendaftaran menentukan kekuatan mengikat antara sita dengan hipotik.

Pencoretan Hipotik atas Kapal

Pencoretan hipotik pada umumnya ditentukan dalam Pasal 1209 KUHPer didasarkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Oleh pengakhiran perjanjian yang merupakan perjanjian pokok.
  2. Jika kreditur menghapuskan hipotik.
  3. Dengan menyusun peringkat para kreditur melalui bagi tujuan pembagian hasil penjualan.

Pencoretan hipotik atas kapal ditentukan Pasal 26 Peraturan pendaftaran kapal/OPK yang berbunyi sebagai berikut: “ Hipotik di coret oleh pegawai pembantu atas permintaan tertulis dari yang berkepentingan dengan diperlihatkannya oleh si pemohon grosse pengakuan hutang dengan hipotik yang telah diberi tanda lunas, atau surat keterangan dari si pemegang hipotik yang menyetujui pencoretan itu”. (DL – disadur dari makalah Hipotik Kapal Laut dan Piutang Istimewa cara Penyelesaian Secara Damai, disusun oleh Dr. Chandra Motik Yusuf Djemat, S.H., M.Sc.)

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?