Pertanyaan:
D-Lead yth.,
Bagaimana kedudukan anak luar kawin sebagai Ahli Waris menurut KUHPerdata?
(Pertanyaan dari Chintia Octavia)
Jawaban:
Menurut Undang-Undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan suami atau isteri yang hidup terlama (Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian, maka anak luar kawin (yang diakui) merupakan ahli waris. Anak luar kawin sering pula disebut dengan istilah anak alam, ialah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah. Anak luar kawin dapat diartikan dalam arti luas, dan dalam arti sempit. Dalam arti luas anak luar kawin meliputi semua anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah, meliputi pula anak yang dilahirkan karena perbuatan zinah dan anak sumbang (bloedschennig).
Dalam arti sempit anak luar kawin ialah anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, tidak termasuk anak yang dilahirkan karena perzinahan dan karena hubungan yang sumbang. Jadi anak luar kawin dalam arti sempit diartikan anak luar kawin yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah, sebagai akibat hubungan seksual antara pria dan wanita lajang yang kedua-duanya tidak terikat di dalam suatu perkawinan. Anak luar kawin dalam arti sempit dapat diakui oleh orang tuanya atau orang yang telah membenihkannya, baik ayah maupun ibunya.
Akibat hukum pengakuan ialah timbulnya hubungan hukum antara orang tua yang mengakui dengan anak luar kawin tersebut. Jika ayah yang mengakui, maka timbul hubungan hukum antara ayah dengan anak luar kawin tersebut, demikian pula jika ibu yang mengakui, maka timbul hubungan hukum antara ibu dengan anak luar kawin tersebut. Sebelum adanya pengakuan yang dilakukan secara sah oleh kedua orang tuanya, maka tidak ada hubungan hukum antara anak luar kawin tersebut dengan mereka yang membenihkannya.
Akibat hukum pengakuan anak tersebut dalam wujudnya menimbulkan perwalian, kewajiban pemberian nafkah, diperbolehkannya menggunakan nama keluarga orang tua yang mengakuinya dan akibat hukum yang lain ialah akibat hukum dalam bidang hukum waris, akibat hukum pewarisan. Anak luar kawin yang lahir karena perzinahan dan anak sumbang tidak dapat atau tidak boleh diakui dan disahkan. Dengan demikian mereka tidak mempunyai hubungan hukum dengan orang tua (ayah atau ibu) yang membenihkannya, dan tidak berhak atas warisan, melainkan hanya berhak atas tunjangan nafkah. Pasal 876 KUHPer menentukan bahwa, “ketentuan-ketentuan mengenai anak luar kawin tidak berlaku bagi anak yang dibenihkan dalam zinah atau dalam sumbang.”
Undang-Undang hanya memberikan kepada mereka nafkah seperlunya. Dalam perkembangannya telah terjadi perubahan pengaturan mengenai anak yang dilahirkan dari hasil zinah, Undang-Undang lebih memberikan perlindungan kepada mereka. Dalam pewarisan anak luar kawin merupakan kelompok ahli waris tersendiri, anak luar kawin tidak termasuk dalam golongan ahli waris menurut Undang-Undang. Anak luar kawin di dalam pewarisan dapat bertindak sebagai ahli waris, jika orang tua yang mengakui secara sah meninggal dunia. Anak luar kawin juga dapat sebagai pewaris, dalam anak luar kawin tersebut meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan dan ahli waris.
Dalam hal anak luar kawin sebagai pewaris, artinya anak luar kawin tersebut yang meninggal dunia, pada asasnya anak luar kawin dianggap sebagai pewaris biasa dan sama dengan pewaris lain. Dalam hal ini berlaku Buku Kedua Bab XII, Bagian I tentang Ketentuan Umum dan Bagian II tentang Pewarisan Keluarga Sedarah. Sebagai ahli waris anak luar kawin merupakan kelompok ahli waris tersendiri, tidak termasuk golongan ahli waris menurut Undang-Undang yang ada, karena anak luar kawin yang diakui dapat mewaris bersama-sama dengan ahli waris golongan I, golongan II, III dan IV dan dengan golongan yang perderajatannya berbeda. Hal ini sesuai dengan sistem keutamaan berdasarkan pembagian golongan yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Besar bagian anak luar kawin tergantung dengan siapa atau dengan golongan mana, anak luar kawin tersebut mewaris. Bagian anak luar kawin yang diakui juga berbeda dengan ahli waris lain, yakni berbeda dengan bagian ahli waris berdasarkan golongan ahli waris menurut Undang-Undang.
Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.
Sumber: Darmabrata, Wahyono. Hukum Perdata: Asas-asas Hukum Waris. Jakarta: Rizkita, 2012.