Menghindari Konflik Kepentingan Profesi Advokat

Share :

Pertanyaan:

D-Lead yth.,

Bagaimana cara Advokat menghindari konflik kepentingan pada saat menjalankan profesinya?

(Pertanyaan dari Muhammad Zaki)

Jawaban:

Salah satu tugas utama dari advokat adalah menjaga agar dirinya tidak menerima kasus dari klien yang menimbulkan “pertentangan atau konflik kepentingan” (conflicting interest). Terutama dalam kantor hukum yang mempekerjakan sejumlah besar advokat maka sebelum menerima sebuah perkara, nama calon klien dan lawan calon klien serta uraian singkat kasusnya perlu diedarkan kepada para advokat sekantor. Ketentuan tentang hal ini, yaitu ”duty not to represent conflicting interests” belum ada dalam KEAI. Adapun alasan perlunya ketentuan seperti ini adalah asas yang telah disebut di atas “the lawyer as a fiduciary” dan “the duty of fidelity”. Kepercayaan klien pada advokat mungkin telah menyebabkan klien memberi advokatnya informasi konfidensial atau pribadi. Kewajiban untuk loyal kepada klien berakibat bahwa advokat dilarang (forbids) menerima perkara yang akan merugikan kepentingan kliennya (forbids the acceptance in matters adversely affecting any interest of the client).

Mungkin terjadi keadaan, dimana dua (atau lebih) klien lama suatu kantor advokat mempunyai kepentingan dalam perkara yang sama dan kepentingan ini saling bertentangan. Asas pertama yang harus diperhatikan adalah “tidak mewakili kepentingan yang bertentangan (conflicting interest), kecuali dengan persetujuan semua pihak yang berkepentingan (the consent of all concerned)”. Sedangkan asas kedua adalah bahwa “kecuali semua pihak memberi persetujuan, maka hal ini berarti tidak boleh mewakili siapapun dari mereka (he may represent no one of them)”.

Pasal 4 alinea 8 KEAI mengatur tentang kewajiban advokat memegang rahasia jabatan dan “… wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antar advokat dan klien”. Pertanyaan yang mungkin harus dijawab oleh Dewan Kehormatan adalah : (a) apakah ketentuan ini berlaku juga bila mempertimbangkan pengaduan tentang “conflicting interests”, dan (b) apakah kewajiban “not to disclose or abuse professional confience” tetap berlaku setelah klien meninggal dunia?

Masih dalam konteks “rahasia jabatan” (professional confidential information). Bagaimana dengan informasi bahwa klien akan melakukan kejahatan? Menurut saya, advokat dalam hal ini dapat memberikan informasi “secukupnya” (as may be necessary) untuk mencegah terjadinya kejahatan ataupun melindungi calon korban. Pertanyaan yang lain adalah, bagaimana dengan informasi konfidensial klien yang mempunyai implikasi terhadap keamanan umum (public safety) atau keamanan Negara (state security)? Di sini asas “menjaga rahasia jabatan” juga tidaklah mutlak.

Pendapat publik seringkali keliru menafsirkan kewajiban advokat menerima klien, Pasal 3 alinea 1 KEAI memberi hak kepada advokat untuk menolak menerima perkara seorang klien, kecuali atas dasar agama, politik, atau status social. Ini dinamakan “the right to decline employment”(canon 31 ABA). Sedangkan dalam alinea 2, dikatakan bahwa tujuan advokat menerima perkara klien adalah terutama “ … tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan”. Sedangkan dalam Pasal 4 alinea 9 KEAI tidak dibenarkan seorang advokat melepaskan tugas yang diberikan oleh kliennya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien. Ketiga ketentuan di atas harus dibaca bersama. Dalam kasus dimana klien oleh public telah “dianggap” bersalah, maka berlaku asas “the right of the lawyer to undertake the defense of the person accused of crime, regardless of his personal opinion as to the guilt of the accused” (canon 5 ABA).

           Dalam hal kemudian advokat ingin mengundurkan diri, maka hal itu harus dilakukan dengan ”good cause” (alasan yang wajar). Dikatakan a.l. oleh canon 44 ABA: “the lawyer should not throw up unfinished task to the detriment of his client, except for reasons of honor or self-respect”. Apa yang dimaksud dengan ini adalah misalnya : klien memaksa agar advokat melakukan sesuatu yang tidak adil (unjust) atau “immoral” dalam penanganan kasusnya. Apabila dia akan mengundurkan diri, maka advokat harus memberikan kepada klien cukup waktu untuk memilih advokat baru.

Sejauh mana seorang advokat boleh memperjuangkan kepentingan kliennya juga sering disalahtafsirkan oleh publik. Hal yang sangat merugikan dan merusak kehormatan advokat adalah pendapat yang sangat keliru : ”it is the duty of the lawyer to do what ever may enable him to succeed in wining his clients cause”. Pendapat yang keliru ini bertentangan dengan sumpah atau janji advokat dalam Pasal 4 ayat (2) UU Advokat, yang a.l. mengatakan bahwa dia (advokat) akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan, serta tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan, atau pejabat lainnya agar memenangkan perkara kliennya.

Hal ini dikatakan lebih jelas dalam canon 15 ABA, a.l. : “…the lawyer owes entire devotion to the interest of the client… and the exertion of his utmost learning and ability. But it is… to be borne in mind that the great trust of the lawyer is to be performed within and not without the bounds of law. The office of the attorney does not permit…. For any client, violation of law or any manner of fraud… he must obey his own conscience and not that of his client”.

Asas terakhir yang penulis kutip diatas, adalah bagaimana kita harus menafsirkan dan menjalankan profesi advokat seperti yang diwajibkan oleh asas KEAI, Pasal 3 alinea 7 : “advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile)”.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.

Sumber: Hertanto, Ari Wahyudi. Kantor Hukum: Pendirian dan Manajemennya (Teori dan Praktik). Jakarta: Sinar Grafika, 2016.

 

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?