Pembuktian Asal-Usul Seorang Anak

Share :

Pertanyaan:

D-Lead yth.,

Bagaimanakah pembuktian asal usul anak diatur menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia?

(Pertanyaan dari Sylvia Annisa)

Jawaban:

Di dalam Undang-undang Perkawinan diisyaratkan dalam Pasal 55 (1) mengenai pembuktian asal usul anak, dimana dalam Pasal tersebut dinyatakan bahwa:

“(1) Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang authentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang”

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap kelahiran itu sebagai bukti asal usul anak harus dibuktikan dengan akta kelahiran yang otentik.

Dalam hal pembuktian asal usul anak baik di dalam Pasal 55 maupun Pasal 103 KHI memang disyaratkan pembuktian dilakukan dengan akta kelahiran yang authentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah Pegawai Pencatat yang berada dalam wilayah Kantor Catatan Sipil. Dan, jika akte kelahiran tidak ada, maka pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan, hanya saja dalam Pasal 55 tidak disebutkan dengan jelas mengenai jenis pengadilannya, sedangkan dalam Pasal 103 KHI jelas disebutkan Pengadilan Agama. Berdasarkan ketetapan Pengadilan ataupun Pengadilan Agama ini, maka instansi Pencatatan Kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan tersebut dapat mengeluarkan akta kelahiran anak tersebut. Permasalahan lain yang perlu dicermati adalah bahwa di dalam Pasal 103 KHI tidak disebutkan instansi mana yang akan mengeluarkan akte kelahiran tersebut, khususnya ketetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama, Namun, jika didasari oleh Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 tentang Kewajiban Pegawai Pencatat Nikah Dan Tata Kerja Pengadilan Agama Dalam Melaksanakan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan bagi yang beragama Islam, maka kewajibannya Pegawai Kantor Urusan Agama adalah sebatas mengawasi/mencatat nikah, talak, cerai, dan rujuk. Sehingga dapat dianggap bahwa Ketetapan Pengadilan Agama mengenai asal usul anak dapat diserahkan kepada Kantor Catatan Sipil untuk kemudian dikeluarkan akta kelahiran tersebut.

Lebih lanjut, Pasal 269, 270 dan 271 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), dapat saja diberlakukan sepanjang kebutuhan masyarakat menghendaki, dan tidak bertentangan dengan jiwa peraturan perundang-undangan nasional, dan sepanjang  apa yang diatur di dalam pasal-pasal tersebut belum diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan nasional, termasuk Undang-undang Perkawinan. Hal ini dimungkinkan berdasarkan kesimpulan yang diambil dari rumusan Pasal 66 Undang-undang Perkawinan, dengan terlebih dahulu diadakan kajian atau penelitian yang mendalam mengenai hal tersebut.

Bagaimanakah prosedurnya jika anak ingin merubah akte kelahiran karena nama orang tuanya salah? Pada dasarnya tidak terdapat pengaturan khusus dalam peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur mengenai hal itu, hanya terdapat suatu pengaturan yang secara tidak langsung dapat dipergunakan, yaitu cara pengajuan perubahan nama yang diatur di dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 54 tahun 1999 Pasal 25, dimana dalam ayat (1) dinyatakan bahwa “Perubahan nama yang telah mendapatkan penetapan dari instansi yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib dilaporkan kepada Kepala Daerah setempat” Dan, juga dapat mengacu pada ketentuan yang diatur di dalam Undang-undang No. 4 tahun 1961, hanya saja jika pengajuan tersebut diajukan oleh anak yang masih di bawah umur, dan berada di bawah perwalian maka permohonan perubahan nama keluarganya diajukan oleh walinya (Pasal 2 Undang-undang No.4 tahun 1961).

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.

Sumber: Darmabrata, Wahyono. dan Ari Wahyudi Hertanto, Penelitian tentang the Development of Civil Registration in Indonesia. Jakarta: Deutsche Gesselschaft Fuer Technische Zusammenarbeit GmbH (GTZ) Good Governance in Population Administration, 2004.

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?