Pengertian dan Proses Pencucian Uang

Share :

Anti-Money Laundering

Pendekatan anti-money laundering diperkenalkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak dengan disahkannya Konvensi Wina tentang perdagangan gelap narkotik dan psikotropika pada tahun 1988. defini yang komprehensif dan baku mengenai money laundering tidak ada, namun secara popular money laundering atau pencucian uang didefinisikan sebagai perbuatan memindahkan, menggunakan, atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang seringkali dilakukan oleh organization crime, maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotika, kejahatan di bidang perbankan, pasar modal dan tindak pidana lainnya dengan tujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut, sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa aset tersebutberasal dari kegiatan yang illegal.

Definisi formal dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu pencucian uang adalah perbuatan menempatkan mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harga kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan Hasil Tindak Pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah.[1] Dengan demikian, ada suatu tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan, kemudian disembunyikan dan disamarkan asal-usulnya sehingga seolah-olah sebagai harta kekayaan sah. Upaya untuk menjauhkan atau menyamarkan itu dilakukan dengan cara menajuhkan antara pelaku dan harta kekayaan hasil pidana tersebut.

Secara sederhana, proses pencucian uang dapat dikelompokan pada tiga kegiatan, yakni placement, layering, dan integration.[2]

  1. Placement merupakan fase menempatkan uang yang dihasilkan dari suatu aktivitas kejahatan misalnya dengan pemecahan sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil yang tidak mencolok untuk ditempatkan dalam sistem keuangan baik dengan menggunakan rekening simpanan bank, atau dipergunakan untuk membeli sejumlah instrumen keuangan (cheques, money orders) yang akan ditagihkan dan selanjutnya didepositokan direkening bank yang berada di lokasi lain. Placement dapat pula dilakukan dengan pergerakan fisik dari uang tunai, baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, dan menggabungkan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah.
  2. Layering, diartikan sebagai memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya yaitu aktivitas kejahatan yang terkait melalui beberapa tahapan transaksi keuangan. Dalam hal ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan/menyembunyikan sumber uang yang tidak sah atau “haram” tersebut. Layering dapat pula dilakukan melalui pembukaan sebanyak mungkin ke rekening-rekening perusahaan- perusahaan fiktif dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank.
  3. Integration, yaitu upaya untuk menetapkan suatu landasan sebagai suatu ‘legitimate explanation’ bagi hasil kejahatan. Disini uang yang ‘dicuci’ melalui placement maupun layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sember dari uang yang di-laundry. Pada tahap ini uang yang telah dicuci dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan aturan hukum. Proses intergration ini terjadi apabila proses layering berhasil dengan baik.

 

Pendekatan money laundering berusaha melacak harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana, kemudian direkonstruksi darimana harta kekayaan itu dan tindak pidana apa yang melahirkan kekayaan itu.  Ini dapat disebut dengan metode follow the money. Pada umumnya, pendekatan ini lebih mudah dibandingkan dengan pndekatan konvensional yang mengejar pelaku tindak pidana, karena hasil tindak pidana adalah mata rantai paling lemah dari tindak pidana. Dengan mengejar hasil tindak pidana ini, kita menggempur “lifeblood of the crime” dan menghilangkan motivasi orang untuk melakukan kejahatan. Pendekatan ini dilakukan dari hilir ke hulu.

[1] Pasal 1 angka 1

[2] Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003.

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?