Pengesahan Anak Secara Sukarela

Share :

Pertanyaan:

D-Lead yth.,

Apa saja hal-hal yang perlu untuk diperhatikan dalam hal pengesahan anak secara sukarela?

(Pertanyaan dari Salma Nabilah)

Jawaban:

Dalam hal pengesahan anak secara sukarela, Undang Undang Perkawinan tidak mengatur secara tegas. Undang-undang Perkawinan hanya mengenal 2 macam anak, yaitu anak sah, yaitu anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah, dan anak yang dilahirkan di luar perkawinan. Dan, terhadap anak yang dilahirkan di luar perkawinan, Undang-undang Perkaiwnan mengisyaratkan bahwa terdapat hubungan perdata antara si ibu dengan anak yang dilahirkan di luar perkawinan tadi. 

Berbeda Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang mengatur tentang pengesahan anak dalam Pasal 272 – 279 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Bahwa, kecuali anak-anak yang dibenihkan dalam zinah atau dalam sumbang, tiap-tiap anak yang diperbuahkan di luar perkawinan, dengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya, akan menjadi sah, apabila kedua tua itu sebelum kawin telah mengakuinya menurut ketentuan Undang-undang atau, apabila pengakuan itu dilakukan dalam akta perkawinan sendiri (Pasal 272 KUHPerdata).

Lebih lanjut, dinyatakan dalam Pasal 274 KUHPerdata bahwa: “jika kedua orang tua sebelum atau tatkala berkawin telah melahirkan mengakui anak-anak mereka luar kawin, maka kelalaian ini dapat diperbaiki dengan surat Presiden, yang mana akan diberikan setelah didengarnya nasehat Mahkamah Agung”. Sedangkan, akibat hukum pengesahan itu sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 274 KUHPerdata, yaitu mengakibatkan terhadap anak-anak itu akan berlaku ketentutan-ketentuan Undang Undang yang sama seolah-olah anak itu dilahirkan dalam perkawinan.

Mengenai pengesahan seorang anak luar kawin, dikarenakan memang tidak diatur maka pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) yang mengatur secara detail mengenai hal tersebut dapat saja diberlakukan sepanjang memang belum diatur di dalam peraturan perundang-undangan manapun termasuk di dalam Undang-undang Perkawinan. Ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) tersebut dapat dipergunakan sebagai pedoman, untuk mengisi kekosongan hukum. Hal tersebut dimungkinkan sebagaimana dapat disimpulkan dari Pasal 66 Undang-undang Perkawinan, namun hal tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut. Sedangkan mengenai HOCI, sekalipun diatur secara jelas dalam Pasal 47 HOCI mengenai pengesahan anak luar kawin, sebagai berikut:

  1. Apabila calon suami-isteri menerangkan pada waktu hendak melangsungkan perkawinan bahwa mereka adalah bapak atau ibu dari seorang anak yang lahir di luar kawin, yang sesudah kawin itu dikukuhkan akan dijadikan anak yang lahir dari perkawinan yang sah, maka nama umur anak itu harus disebutkan dalam akta kawin.
  2. Anak yang disebut demikian itu dalam akta kawin menjadi anak yang lahir dalam kawin;
  3. Kedudukan anak yang lahir di luar kawin dengan tidak disebutkan dalam akta kawin, hanya diakui oleh hukum adat.

Namun demikian, dalam menentukan masih dapat diberlakukan atau tidak ketentuan tersebut, masih memerlukan penelitian atau pengkajian lebih lanjut.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.

Sumber: Darmabrata, Wahyono. dan Ari Wahyudi Hertanto, Penelitian tentang the Development of Civil Registration in Indonesia. Jakarta: Deutsche Gesselschaft Fuer Technische Zusammenarbeit GmbH (GTZ) Good Governance in Population Administration, 2004.

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?