Pertanyaan:
D-Lead yth.,
Apa yang dimaksud dengan Pewarisan berdasarkan testamen?
(Pertanyaan dari Daniella Pia)
Jawaban:
Pasal 874 KUHPer menentukan bahwa: Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia pada prinsipnya adalah kepunyaan ahli warisnya menurut undang-undang, sekedar terhadap hal itu dengan surat wasiat tidak telah diambil suatu ketetapan yang sah.
Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa rumusan yang menyatakan bahwa sekedar terhadap hal itu dengan surat wasiat tidak telah diambil ketetapan yang sah, dengan perkataan lain maka kehendak pewaris didahulukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum waris pada hakekatnya bersifat mengatur, walaupun ada sebagian ketentuan-ketentuan hukum waris yang bersifat memaksa.
Ketentuan tersebut juga mengandung asas bahwa ketentuan pewarisan berdasarkan Undang-Undang (ab intestato), baru berlaku atau dilaksanakan jika pewaris tidak telah mengambil ketetapan yang menyimpang mengenai harta peninggalan, yang dituangkan dalam bentuk surat wasiat. Artinya jika dalam pewarisan tersebut dibuat wasiat, maka ketentuan wasiat itu yang dilaksanakan terlebih dahulu, sesudah itu yang dilaksanakan pewarisan berdasarkan undang-undang. Dari ketentuan tersebut juga dapat disimpulkan bahwa orang tidak dapat mengambil suatu ketetapan yang sah atas harta peninggalan atau warisan, selain dengan bentuk atau cara membuat surat wasiat atau testamen. Perumusan yang menyatakan bahwa telah diambil ketetapan yang sah diartikan bahwa pembuatan testamen oleh testateur dilakukan sebelum pewaris meninggal dunia, atau pada waktu pewaris masih hidup, dan wasiat tersebut dapat dicabut kembali.
Pengertian testamen dapat kita simpulkan dalam Pasal 875 KUHPer. Testamen atau surat wasiat ialah suatu akta yang dapat memuat pernyataan kehendak seseorang tentang apa yang dikehendaki agar terjadi, setelah orang tersebut meninggal dunia dan olehnya dapat dicabut kembali.
Berdasarkan pengertian yang diatur di dalam Pasal 875 KUHPer tersebut dapat kita simpulkan unsur-unsur testamen sebagai berikut:
- Testamen Merupakan Suatu Akta
Ditinjau dari bentuknya, maka testamen harus dibuat dalam bentuk tulisan atau akta. (Pasal 930 KUHPer dan seterusnya). Hal ini berbeda dengan perjanjian yang telah sah apabila telah terjadi kata sepakat, yang berarti bahwa pada prinsipnya dibuat secara lisan telah sah, maka testamen harus dibuat dalam bentuk tertulis, dalam bentuk suatu akta. Testamen harus dibuat dalam bentuk tertulis baik dalam bentuk akta di bawah tangan atapun dalam bentuk akta otentik, dengan syarat-syarat yang lebih mengikat. Hal ini karena testamen mempunyai akibat yang sangat luas dan berlaku sesudah pembuatnya meninggal dunia.
- Testamen Merupakan Pernyataan Kehendak Sepihak
Testamen merupakan suatu pernyataan kehendak seseorang yang tidak memerlukan kesepakatan dari pihak lain. Jadi apa yang dikehendaki oleh pembuatnya dinyatakan dalam akta, dan merupakan pernyataan kehendak sepihak, karena tidak perlu unsur kesepakatan. Pernyataan kehendak tersebut dituangkan dalam akta yang nantinya akan berlaku setelah pembuatnya meninggal dunia.
- Testamen Berlaku Setelah Pembuatnya Meninggal
Testamen yang merupakan pernyataan kehendak sepihak pembuatnya itu baru berlaku setelah pembuatnya meninggal dunia. Oleh karena itu lazim dikatakan bahwa testamen atau surat wasiat itu merupakan kehendak terakhir pembuatnya, atau pernyataan terakhir dari pewaris, karena berlaku sesudah testateur meninggal dunia .
- Testamen dapat dicabut kembali
Dapat dicabutnya kembali surat wasiat atau testamen merupakan unsur yang penting, dan membedakannya dari perjanjian yang merupakan perbuatan hukum timbal balik, sedangkan testamen merupakan perbuatan hukum sepihak. Ciri perbuatan sepihak tersebut ialah dapat dicabutnya kembali testamen (Pasal 875 KUHPer), sedangkan perjanjian pada prinsipnya tidak dapat dicabut atau ditarik kembali secara sepihak (Pasal 1338 ayat 2 KUHPer). Dalam hal ini Pitlo menyatakan bahwa ciri utama testamen adalah bukan berlakunya testamen sesudah testateur meninggal dunia, namun unsur dapat ditariknya kembali pernyataan kehendak itu secara sepihak.
Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.
Sumber: Darmabrata, Wahyono. Hukum Perdata: Asas-asas Hukum Waris. Jakarta: Rizkita, 2012.