Pewarisan Berdasarkan Testamen

Share :

Pertanyaan:
Saya adalah seorang ayah dari tiga orang putra. Pada saat ini istri saya telah
meninggal dunia. Oleh karena itu, di usia saya yang sudah tidak muda lagi ini
saya ingin membuat surat wasiat untuk ketiga putra saya tersebut, yang
nantinya dalam surat tersebut saya akan membagikan secara adil bagian masing- masing harta saya sebagai peninggalan untuk mereka. Yang ingin saya tanyakan
apakah sebuah testamen cukup dinyatakan secara lisan atau tertulis, apakah
langsung berlaku atau bisa saya cabut kembali selama saya masih hidup, dan
apa syarat-syarat seseorang boleh membuat sebuah testamen.

Terima kasih atas bantuan Bapak dalam membantu kegelisahan saya.
Salam hormat,
Dadang S

Jawab:
Pertama-tama perkenankanlah kami untuk menjabarkan terlebih dahulu
beberapa hal mendasar yang berkaitan dengan masalah pewarisan. Perlu untuk
Bapak ketahui bahwa memang tidak ada hukum nasional yang secara khusus
mengatur tentang kewarisan. Selama ini yang berlaku dalam praktek adalah
hukum agama, hukum adat maupun hukum perdata. Secara umum dapat kami
sampaikan bahwa ide wasiat sebenarnya pada ketiga bentuk hukum yang
berlaku tersebut di atas. Khusus untuk permasalahan yang Bapak sampaikan
kepada kami, pada titik tertentu kami tidak dapat mengidentifikasi hukum
kewarisan mana yang akan Bapak pergunakan. Setidaknya hal tersebut akan
sedikit banyak membantu kami dalam menjabarkan. Keadaan semacam ini kami
tafsirkan bahwa Bapak akan menundukkan diri pada ketentuan yang berlaku
pada lingkup hukum perdata. Selain daripada itu kami setidaknya dapat
menjabarkan lebih spesifik tentang apa yang dimaksud dengan testamen sebagai
suatu konstruksi pemahaman umum.

Pada prinsipnya apabila Bapak memiliki 3 orang putra kandung dari Ibu yang
sama, maka secara hukum telah ada ketentuan yang mengatur tentang
pembagian tersebut. Hal mana dikarenakan kewarisan berlaku pada mereka
yang memiliki hubungan darah dan kekerabatan. Oleh karenanya untuk kasus
Bapak ini kami tidak memiliki pemahaman mengapa perlu dibuat sebuah
testamen, ataukah mungkin ada aset-aset tertentu yang oleh Bapak telah
ditentukan peruntukkannya masing-masing. Dengan kata lain mereka mewaris
berdasarkan ketentuan undang-undang.

Berikut ini adalah penjabaran tentang pertanyaan Bapak yaitu berkenaan dengan
apa itu wasiat/terstamen, yaitu:

  1. Pengertian dan Unsur Testamen
    Pengertian testamen dapat kita simpulkan dalam Pasal 875 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yaitu:

“Apapun yang dinamakan surat wasiat atau testamen ialah suatu akta yang membuat
pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah meninggal
dunia, dan olehnya dapat dicabut kembali”.

Berdasarkan pengertian yang diatur di dalam Pasal 875 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata tersebut dapat kita simpulkan unsur-unsur testamen sebagai berikut:

a. Testamen merupakan suatu akta

Berbeda dengan perjanjian yang telah sah apabila telah terjadi kata
sepakat, yang berarti bahwa pada prinsipnya dibuat secara lisan telah sah,
maka testamen harus dibuat dalam bentuk tertulis, dalam bentuk suatu
akta. Testamen harus dibuat dalam bentuk tertulis baik dalam bentuk akta
di bawah tangan ataupun dalam bentuk akta otentik. Sederhananya
sebuah akta otentik salah satu contohnya adalah kuitansi ataupun struk
belanja jika Bapak berbelanja pada pasar swalayan. Mengapa dikatakan
demikian karena dokumen tersebut sengaja dibuat dan tujuan dibuatnya
adalah untuk membuktikan suatu peristiwa. Dengan demikian apabila
terdapat sesuatu hal terjadi berkenaan dengan pembayaran maupun
dengan barang yang telah Bapak beli, maka dengan dokumen tersebut
dapat didalilkan atau menjadi bukti bahwa telah terjadi suatu peristiwa
(hukum) tertentu.

b. Testamen Merupakan Pernyataan Kehendak Sepihak

Testamen merupakan suatu pernyataan kehendak seseorang yang tidak
memerlukan kesepakatan dari pihak lain. Jadi apa yang dikehendaki oleh
pembuatnya dinyatakan dalam akta, dan merupakan pernyataan
kehendak sepihak, karena tidak perlu unsur kesepakatan. Pernyataan
kehendak tersebut dituangkan dalam akta yang nantinya akan berlaku
setelah pembuatnya meninggal dunia.

c. Testamen Berlaku setelah pembuatnya meninggal dunia

Testamen yang merupakan pernyataan kehendak sepihak pembutanya itu
dan baru berlaku setelah pembuatnya meninggal dunia. Oleh karena itu
lazim dikatakan bahwa testamen atau surat wasiat itu merupakan
kehendak terakhir pembuatnya, atau pernyataan terakhir dari pewaris.

d. Testamen dapat dicabut kembali

Dapat dicabut kembali surat wasiat atau testamen merupakan unsur yang
penting, dan membedakannya dari perjanjian yang merupakan perbuatan
hukum timbal balik, sedangkan testamen merupakan perbuatan hukum
sepihak. Ciri perbuatan sepihak tersebut ialah dapat dicabutnya kembali
testamen, sedangkan perjanjian pada prinsipnya tidak dapat dicabut atau
ditarik kembali secara sepihak (Pasal 1338 ayat 2 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata).

2. Syarat-Syarat Testamen

a. Batas Usia 18 Tahun

Untuk dapat membuat testamen maka seseorang harus sudah berusia
genap 18 tahun. Pasal 897 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menentukan bahwa: Para belum dewasa yang belum mencapai umur
genap 18 (delapan belas) tahun, tak diperbolehkan membuat surat wasiat.

b. Pembuat Testamen sehat akal budinya

Untuk dapat membuat testamen seseorang harus sehat akal budinya, atau
sehat pikirannya. Pasal 895 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menentukan bahwa: Untuk dapat membuat atau mencabut suatu surat
wasiat, seorang harus mempunyai budi akalnya.

c. Isi Testamen harus dapat dimengerti

Suatu surat wasiat atau testamen pada prinsipnya harus mengandung isi
yang dapat dimengerti, dapat dilaksanakan dan tidak bertentangan
dengan kesusilaan. Jika suatu surat wasiat tidak memenuhi syarat
tersebut, maka yang tertulis di dalam testamen jika tidak dapat
dimengerti, tidak dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan
kesusilaan dianggap tidak tertulis.

d. Testamen tidak boleh mengandung Paksaan

Surat wasiat pada dasarnya tidak boleh mengandung unsur paksaan dan
penipuan. Apabila surat wasiat atau testamen tersebut mengandung
unsur paksaan atau penipuan, maka testamen demikian batal. Pasal 893
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa: “Segala
urusan wasiat yang dibuat sebagai akibat paksa, tipu atau muslihat
adalah batal.”

e. Harus dibuat dalam bentuk akta

Surat wasiat pada asasnya harus dibuat dalam bentuk tertulis. (pasal
875). Bagi seorang Indonesia yang berada di luar negeri, apabila membuat
testamen, maka testamen itu harus dibuat dalam bentuk akta otentik dan
dengan mengindahkan formalitas di negara dimana testamen tersebut
dibuat. Pasal 945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa:
Seorang warga negara Indonesia yang berada di negeri asing tak
diperbolehkan membuat surat wasiat, melainkan dengan akta otentik dan
dengan mengindahkan tertib cara yang lazim, di negeri dimana surat
wasiat itu dibuatnya. Sementara itu berhaklah ia dengan surat di bawah
tangan mengambil suatu ketetapan atas dasar dan dengan cara seperti
teratur dalam Pasal 935 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa: dengan surat
di bawah tangan yang ditulis seluruhnya, ditanggali dan ditandatangani
oleh si yang mewariskan, maka dengan tiada syarat tertib lain, diperbolehkan seorang mengambil ketetapan-ketetapan untuk diperlakukan setelah meninggalnya, akan tetapi hanya dan semata-mata untuk pegangkatan para pelaksana, penyelenggara penguburan, untuk menghibah wasiatkan pakaian, perhiasan badan yang tertentu dan mebel- mebel istimewa. Pencabutan ketetapan yang demikian boleh dilangsungkan di bawah tangan pula.

f. Testamen tidak boleh dibuat atas dasar pernyataan bersama

Pasal 930 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa: “Dalam satu-satunya akta, maka dua orang atau lebih tidak
diperbolehkan menyatakan wasiat mereka, baik untuk mengaruniai
seseorang ketiga maupun atas dasar pernyataan barsama atau bertimbal
balik.”

g. Testamen dibuat dengan adanya saksi

Hal ini dapat kita simpulkan dari Pasal 932, mengenai testamen olografis,
pasal 938 mengenai testamen umum, pasal 940 mengenai testamen
rahasia, pasal-pasal tersebut mensyaratkan adanya saksi dalam
pembuatannya. Saksi-saksi tersebut harus hadir dalam pembuatan
testamen, sudah dewasa dan penduduk Indonesia.

Pasal 944 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa:
“saksi-saksi yang harus hadir dalam pembuatan surat wasiat, harus telah
dewasa dan penduduk Indonesia. Pun mereka harus mengerti akan
bahasa dalam mana surat wasiat itu dibuat, atau dalam mana akta
pengalamatannya atau penyimpanannya ditulis. Sebagai saksi tidak boleh
dipakai, sebagai waris atau penerima hibah wasiat, sekalian keluarga
sedarah dan keluarga semenda mereka sampai dengan derajat keenam,
dan lagi, anak-anak atau cucu-cucu, keluarga sedarah atau semenda
sampai derajat yang sama, dan budak-budak dari notaris di hadapan siap
surat wasiat harus dibuat.”

3. Macam Surat Wasiat menurut Isi Testamen

Pewarisan menurut testamen atau pewarisan testamentair disebut juga
dengan pewarisan ad testamento. Dalam pewarisan menurut testamen
maka ditinjau dari isi testamen tersebut dikenal dua cara, yaitu:

Pengangkatan waris atau erfstelling dan hidah wasiat atau legaat. Dalam
pengangkatan waris maka seseorang atau beberapa orang ditunjuk
melalui testamen untuk menerima seluruhnya atau sebagain tertentu dari
harta peninggalan, sedangkan dalam hibah wasiat maka benda tertentu,
yang telah ditentukan secara tegas untuk bagian tertentu, yang diberikan
kepada seseorang atau beberapa orang tertentu. Pola penunjukan
menurut testamen dengan cara demikian, memberikan perbedaan
kedudukan kepada seseorang penerima wasiat, yakni bahwa kedudukan
sebagai ahli waris testamentair dalam (erfstelling) berbeda dengan
legataris dalam legaat.

a. Erfstelling atau Pengangkatan Waris

Pasal 954 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa:
“Wasiat pengangkatan waris adalah suatu wasiat, dengan mana si yang
mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan harta kekayaan
yang akan ditinggalkannya apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya
maupun sebagian seperti setengahnya, sepertiganya.” Jika dihubungkan
dengan Pasal 876 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka pasal
tersebut menentukan bahwa: “Suatu ketetapan dengan surat wasiat
mengenai harta peninggalan adalah untuk diambil secara umum atau
dengan alas hak umum atau pula dengan alas hak khusus.
” Pemberian dengan alas hak umum, adalah merupakan pengangkatan
waris atau erfstelling, memberikan gambaran bahwa dalam erfstelling tidak
perlu harus meliputi seluruh harta warisan asalkan penunjukan tersebut
sebanding dengan harta warisan dan orang yang mendapatkan wasiat
dengan cara pengangkatan waris ditunjuk sebagai ahli waris,
berkedudukan sebagai ahli waris yang menerima aktiva dan pasiva.

b. Hibah Wasiat atau Legaat

Pasal 957 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata isinya menentukan
bahwa: Hibah Wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus dengan
mana si yang mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan
beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya
segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak atau memberikan
hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalan. Dalam
hibah wasiat maka benda tertentu atau hak pakai hasil tertentu atas suatu
benda tertentu yang diberikan kepada orang tertentu dalam suatu surat
wasiat. Jadi dalam hal ini, dikaitkan dengan Pasal 876
Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, maka legaat merupakan
surat wasiat yang isinya pemberian atas alas hak khusus. Kedudukan legataris adalah sama seperti pihak kreditur terhadap harta warisan yang dapat menuntut benda
tertentu untuk diserahkan kepadanya.

Demikian kiranya dapat kami sampaikan dan semoga bermanfaat bagi Bapak.

 

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?