Seorang Suami Beristri Lebih dari Satu, Apakah Boleh?

Share :

Pertanyaan:

D-Lead yth.,

Apakah Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan membolehkan seorang laki-laki untuk beristri lebih dari seorang? Jika ya, hal-hal apa saja yang perlu untuk diperhatikan?

(Pertanyaan dari Rafif Ibrahim)

Jawaban:

Dalam hal ini pengaturan perkawinan bagi seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang dalam Undang-undang Perkawinan pada prinsipnya merupakan pengecualian dari prinsip monogami dalam perkawinan. Dengan demikian Undang-undang Perkawinan, pada prinsipnya menganut asas monogami dalam perkawinan. Namun bukan monogami mutlak sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata, melainkan monogami dengan pengecualian. Suami boleh beristeri lebih dari seorang jika telah memenuhi alasan dan persyaratan yang ditentukan oleh Undang-undang Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya.

Pada dasarnya Undang-undang Perkawinan menganut asas monogami, dimana hal tersebut dapat kita lihat di dalam Pasal 3 ayat (1). Undang-undang Perkawinan yang menyatakan bahwa: Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Namun, memang disadari bahwa asas monogami yang terkandung di dalam pasal tersebut tidaklah bersifat mutlak sebagaimana asas yang terkandung di dalam K.U.H.Perdata. Asas monogami yang terkandung di dalam Undang-undang Perkawinan bersifat terbuka, artinya bagi seorang suami yang memenuhi alasan dan syarat yang ditentukan oleh undang-undang atas persetujuan isterinya, boleh beristeri lebih dari seorang. Hal ini dapat kita lihat di dalam Pasal 3 Undang-undang Perkawinan, yaitu dalam ayat (2), yang menyatakan bahwa:

“(2). Pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”.

Meskipun bagi suami memang dimungkinkan untuk melakukan perkawinan lebih dari satu kali, namun Undang-undang Perkawinan tetap ingin memberikan rambu-rambu pengaturan bagi suami yang ingin melangsungkan perkawinan lebih dari satu kali atau beristeri lebih dari seorang. Rambu-rambu tersebut antara lain diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut:

  1. Pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-undang Perkawinan;
  2. Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-undang Perkawinan;
  3. Pasal 40 P.P. No. 9 tahun 1975;
  4. Pasal 41 P.P. No. 9 tahun 1975;
  5. Pasal 42-44 P.P. No. 9 Tahun 1975.

Selain itu pula di dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Perkawinan yang menyatakan bahwa:

“(2) Pengadilan dalam memberi putusan selain memeriksa apakah syarat yang tersebut di dalam pasal 4 dan 5 telah terpenuhi harus mengingat pula apakah ketentuan-ketentuan hukum perkawinan dari calon suami mengizinkan adanya poligami.” 

Apa yang dimaksud dengan ketentuan-ketentuan hukum perkawinan dalam penjelasan tersebut, kiranya antara lain, apakah hukum agama calon suami tersebut membolehkan baginya untuk beristeri lebih dari seorang. Dalam beberapa hal yang berkaitan dengan pengaturan mengenai perkawinan lebih dari sekali atau beristeri lebih dari seorang bagi seorang suami, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Apakah jika isteri mandul, cacat atau sakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagai isteri, maka serta merta menjadi alasan bagi suami untuk beristeri lagi atau melakukan perkawinan lebih dari satu kali, padahal kita sadari bahwa tidak dapat melahirkan atau cacat badan maupun penyakit yang tidak dapat disembuhkan adalah bukan kehendak isteri.
  2. Berkaitan dengan pemberian izin dari isteri yang dapat diberikan secara lisan ataupun tertulis berdasarkan alasan dan syarat yang tertuang dalam pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Perkawinan. Prosesnya bukanlah suami mengajukan permintaan izin kepada isteri kemudian isteri mengizinkan/mengabulkan atau menolak perkawinan kedua dan seterusnya suami tersebut , melainkan isteri dan suami, serta anak-anak yang lahir dalam perkawinan tersebut sepakat, memberikan izin kepada suami untuk beristeri lebih dari seorang atau menikah lagi. Apabila suami meminta izin kepada isteri, maka hal tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan suami, karena dapat terjadi bahwa isteri dalam memberikan izin dalam keadaan tak berdaya sehingga isteri mengabulkan apa saja yang dikehendaki oleh suami.  Hak untuk beristeri lebih dari seorang hanya diberikan kepada suami, sedangkan isteri tidak mempunyai hak untuk bersuami lebih dari seorang. Oleh karena itu, di dalam melaksanakan haknya suami harus penuh tanggung jawab, dengan berpegang pada undang-undang, yakni sepanjang undang-undang dan peraturan pelaksanaannya memungkinkan, pada hukum agama, sepanjang tidak dilarang oleh agama yang dianut oleh suami yang akan beristeri lebih dari seorang, dan pada moral, artinya di dalam melaksanakan haknya suami tidak boleh menyalah gunakannya, karena hak tersebut hanya diberikan pada suami, dan syarat serta alasan untuk dapat beristeri lebih dari satu orang dapat ditafsirkan telah menempatkan isteri pada posisi yang lemah.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.

Sumber: Darmabrata, Wahyono. dan Ari Wahyudi Hertanto, Penelitian tentang the Development of Civil Registration in Indonesia. Jakarta: Deutsche Gesselschaft Fuer Technische Zusammenarbeit GmbH (GTZ) Good Governance in Population Administration, 2004.

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?