Upaya Mengantisipasi Manipulasi Pasar dan Insider Trading pada Pasar Modal dalam Pelaksanaannya di Indonesia

Share :

Oleh: Arief Susijamto Wirjohoetomo, S.H., M.H.[1]

PENDAHULUAN

Insider Trading, dampaknya terhadap Pasar Modal menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, hal ini penting karena masalah Insider Trading merupakan suatu tindakan yang dapat menggoncangkan perdagangan saham pada Bursa Efek. Insider Trading mengandung sifat persekongkolan (unfair Trading) yang dapat menimbulkan kerugian yang besar bagi pihak-pihak dalam suatu transaksi efek, dengan memanfaatkan informasi orang dalam yang masih bersifat rahasia.

Menurut Munir Fuady dalam bukunya berjudul Pasal Modal Modern, Insider Trading memang berbahaya bagi suatu kehidupan Pasar Modal, membiarkan suatu Insider Trading hidup merajalela sama saja seperti bunuh diri bagi Pasar Modal tersebut (Munir Fuady 1996 : 167). Adanya kasus Insider Trading telah menunjukkan betapa kejahatan itu juga berkembang mengikuti perkembangan perekonomian khususnya Pasal Modal.

Perkembangan Pasar Modal di Indonesia dapat dinilai cukup pesat terutama sejak sepuluh tahun terakhir. Kita masih ingat Paket Desember 1988, di mana Pemerintah Indonesia telah memperluas kesempatan penyelenggaraan Bursa di luar Bursa Efek Jakarta. Ini berarti para investor tidak lagi harus memperdagangkan efeknya di Bursa Efek Jakarta. Melalui paket ini juga dapat dicatat saham perusahaan akan lebih berorientasi pasar (marketable) karena perusahaan-perusahaan dapat mencatat seluruh saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh di Bursa (Company Lasting), kemudian puncaknya adalah telah ditetapkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang efektif berlaku sejak tanggal 1 Januari 1996, diikuti dengan danya dua Peraturan Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan kegiatan di Bidang Pasar Modal dan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal, dan berbagai Keputusan Menteri Keuangan dan Peraturan BAPEPAM sebagai petunjuk pelaksanaan teknis dalam penyelenggaraan Pasar Modal di Indonesia.

Dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya telah tercipta suatu landasan hukum yang kokoh yang lebih menjamin kepastian hukum para pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktek yang merugikan.

Dengan semakin berkembangnya Pasar Modal di Indonesia memberi konsekuensi meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menanamkan modalnya melalui Pasar Modal. Hal ini memberi dampak yang positif dalam penghimpunan dan penyediaan dana pembangunan nasional yang sangat besar khususnya pada masa yang akan datang. Pasar Modal mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan nasional. Pasar Modal merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat (lihat konsideran Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal).

Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan Pasar Modal, Ketua BAPEPAM dalam makalah berjudul “Peraturan Pasar Modal Dalam Upaya Peningkatan Dana Untuk Pembiayaan Pembangunan” (Surya dan Ryanto 1999 : 9) antara lain menjelaskan perkembangan Pasar Modal di Indonesia dewasa ini:

  1. Perkembangan Kelembagaan, sampai bulan Nopember 1996 terdapat lebih dari 3.000 (tiga ribu) institusional dan perorangan yang telah memperoleh ijin, pendaftaran dan persetujuan dari BAPEPAM. Pasar Modal Indonesia saat ini telah memiliki lembaga-lembaga utama yaitu Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin serta Lembaga Penyelesaian dan Penyimpanan.
  2. Perkembangan Jumlah Emiten dan Nilai Emisi, sampai dengan tanggal 4 Juni 1998 terdapat sebanyak 307 (tiga ratus tujuh) perusahaan yang telah menawarkan saham kepada masyarakat, jumlah dana yang dapat dimobilisir adalah sebesar adalah sebesar Rp 72,31 triliun. Apabila dalam jumlah emisi ini juga dimasukkan unsur obligasi, maka sampai dengan awal bulan Juni 1998, sebanyak 70 (tujuh puluh) perusahaan menawarkan obligasi dan jumlah dana yang dapat dimobilisir adalah sebesar Rp 18,74 triliun, dengan demikian jumlah dana secara keseluruhan sudah mencapai Rp 91,05 triliun.
  3. Perkembangan Volume Perdagangan, Nilai Kapitalisasi Pasar dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), seiring dengan pertumbuhan perusahaan yang melakukan penawaran umum tersebut, nilai kapitalisasi pasar juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi di mana nilai kapitalisasi pasar sampai dengan tanggal 4 Juni 1998 telah mencapai Rp 116,56 triliun.

Seiring dengan perkembangan Pasar Modal tersebut ternyata juga tindakan-tindakan pihak-pihak uang melakukan kegiatan di Pasar Modal yang ingin mencari peluang untuk menguntungkan diri sendiri masih tetap berlangsung. Kendati Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 dan Peraturan Pelaksanaannya telah dibuat tindakan-tindakan tindakan-tindakan manipuasi dan kecurangan yang dilakukan oang-orang dalam ternyata masih terus terjadi yang tentu dapat merugikan pihak-pihak dalam suatu transaksi yang sedang berlangsung.

Suatu transaksi di lantai bursa dilakukan berdasarkan kewajaran, keteraturan dan keterbukaan. Penyimpangan terhadap prinsip-prinsip ini dapat dikategorikan sebagai suatu kejahatan, salah satu diantara adalah Insider Trading yang menjadi pokok bahasan dalam makalah itu.

  1. PRINSIP-PRINSIP UMUM INSIDER TRADING
  2. Pengertian Insider Trading

Menurut Munir Fuady (1996 : 167) yang dimaksud dengan Insider Trading adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang tergolong “orang dalam” perusahaan (dalam artian yang luas), perdagangan mana pihak pedagang Insider tersebut mengharapkan akan mendapatkan keunutngan ekonomi secara pribadi, langsung atau tidak langsung atau yang merupakan keuntungan jalan pintas.

Selanjutnya Savitri dalam bukunya berjudul Kejahatan Pasar Modal (1998 : 186) mengatakan Insider Trading merupakan suatu kejahatan pasar yaitu suatu bentuk pelanggaran yang dikategorikan sebagai tindak pidana yang terjadi di lantai Bursa Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 seperti yang terdapat dalam Pasal 80 dan BAB XI Pasal 90 sampai dengan Pasal 97, telah mengidentifikasi adanya 4 (empat) kejahatan pasar modal, yaitu (i) informasi yang menyesatkan (missleading information), (ii) penipuan (fraud), manipulasi pasar (market manipulation) dan (iv) perdagangan orang dalam (Insider Trading). Kejahatan-kejahatan tersebut dilandasi pada pelanggaran prinsip-prinsip keterbukaan informasi yang harus disampaikan oleh para pelaku pelanggaran tersebut (Savitri 1998 : 187).

Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa Insider Trading adalah suatu perdagangan saham yang dilakukan dengan menggunakan informasi dari orang dalam (non public material) sedangkan informasi tersebut masih bersifat rahasia dan bersifat material (fakta material). Tindakan ini merupakan suatu delik (kejahatan) dan melibatkan sekelompok orang yang dengan sengaja memanfaatkan informasi orang dalam untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.

Informasi orang dalam tersebut masih bersifat rahasia atau belum diumumkan secara resmi kepada para investor. Artinya, informasi material yang dimiliki oleh orang dalam yang belum tersedia untuk umum (Vide Pasal 95 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995). Informasi material adalah fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa dan atau keputusan calon pemodal atau pihak lain berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut (Winarto 1998 : 3).

Dari pengertian Insider Trading tersebut di atas terdapat 4 (empat) hal pokok yang menjadi unsur (element) untuk mengkualifikasikan Insider Trading sebagai suatu tindak pidana, yaitu:

  1. Adanya transaksi saham dilakukan oleh orang dalam (Insider) atau pihak lain yang menerima, mendapatkan atau mendengar informasi tersebut.
  2. Infomrasi tersebut masih rahasia dan bersifat material.
  3. Transaksi tersebut dilakukan dengan informasi tersebut.
  4. Dilakukan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
  1. Pelaku Insider Trading

Sedangkan pelaku Insider Trading itu sendiri adalah adanya transaksi saham dilakukan oleh orang dalam (Insider) atau pihak lain yang menerima, mendapatkan atau mendengar informasi tersebut. Unsur ini ingin menjelaskan bahwa pelaku Insider Trading adalah orang dalam. Persoalannya sekarang adalah siapa saja yang termasuk kategori orang dalam? Untuk mengetahui hal ini dapat merujuk pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pada bagian penjelasan Pasal 95 dikatakan bahwa yang dimaksud orang dalam adalah:

  1. Komisaris, Direktur atau Pegawai Emiten atau Perusahaan Publik.
  2. Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik.
  3. Orang perseorangan yang karena kedudukannya atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan emiten atau perusahaan publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam.
  4. Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf (a), (b) dan (c) di atas.

Menurut Savitri (1998:197) para pelaku (Insider) tersebut dapat dikelompokkan atas 3 (tiga) bagian yaitu:

  1. Orang yang secara hukum menjalankan, memiliki dan bekerja di emiten atau perusahaan publik.
  2. Orang yang memiliki kedudukan dan hubungan kerja.
  3. Orang yang pernah menjadi Insider dalam jangka waktu 6 (enam) bulan.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sesungguhnya telah membuat rambu bagi para pelaku Insider Trading dengan secara eksplisit mengaturnya dalam Pasal 95, yang berbunyi sebagai berikut:

“Orang dalam dari emiten atau perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam melakukan pembelian atau penjualan atas efek (i) emiten atau perusahaan publik dimaksud atau (ii) perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan.

Dari ketentuan Pasal 95 Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tersebut sudah jelas bahwa orang dalam tidak diperkenankan untuk menjual belikan efeknya sendiri atau efek emiten lain yang sedang mengadakan transaksi dengan perusahaan yang bersangkutan. Menurut Winarto (1998 n: 7) larangan ini untuk mencegah sedini mungkin lahirnya permainan-permainan curang atau loop holes yang akan dimanfaatkan tapi merugikan banyak pihak terutama kaum masyarakat investor.

Selanjutnya, dalam Pasal 96 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 ditegaskan kembali bahwa orang dalam dilarang (i) mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek dimaksud atau (ii) memberi informasi orang dalam kepada pihak manapun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek.

Adapun hal yang dilarang dalam ketentuan Pasal 96 Undang-Undang No. 8 tahun 1995 adalah perbuatan orang dalam mempengaruhi pihak lain dan memberikan informasi orang dalam tersebut kepada pihak lain untuk transaksi efek. Jadi jangankan melakukan suatu perdagangan saham, mempengaruhi pihak lain dan memberikan informasi untuk menjual saham emiten pun juga tidak dibenarkan walaupun orang dalam tersebut tidak memberikan informasi material kepada pihak lain dimaksud.

Sesuai ketentuan Pasal 95 dan 96 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 sesungguhnya ada tuntutan agar orang dalam sungguh-sungguh menjaga kemurnian informasi material yang ada dalam penguasaannya dan tidak membocorkan kepada pihak lain. Tanggung jawab ini oleh pembuat undang-undang telah diperluas, yang menurut penjelasan Pasal 95 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 di atas, tidak hanya merupakan tanggung jawab direksi, komisaris atau pemegang saham, tetapi juga mereka-mereka yang termasuk dalam orang perseorangan yang karena kedudukannya atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan emiten atau perusahaan publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam yaitu notaris, pengacara/konsultan hukum, akuntan/konsultan keuangan dan lain-lain.

  1. Kerahasiaan Informasi Material

Menurut Savitri (1998 : 228), informasi adalah komoditi dan elemen yang paling penting bagi sebuah industri pasar. Setiap pihak, terutama investor berhak atas penerimaan informasi yang mengandung kebenaran dan penyampaian informasi tersebut harus secara fair dan wajar.

Informasi orang dalam adalah informasi (dalam bentuk apapun termasuk mengenai suatu fakta) yang material sifatnya yang dimiliki oleh orang dalam yang belum tersedia untuk umum (Vide: penjelasan Pasal 95 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995). Sementara menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang No. 8 Tahun 1995, informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek apda bursa efek dan atau keputusan modal, calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.

Peranan informasi sangat besar dalam suatu perdagangan efek di bursa. Akurasi suatu informasi baik dari segi kecepatan maupun ketepatan akan menjadi kunci penentu dalam mengambil keputusan suatu perdagangan (jual atau beli) saham agar dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya atau menghindari kerugian dari transaksi tersebut.

Menurut Winarto (1998 : 9), kebutuhan informasi demikian penting, kita melihat bahwa banyak sekali perusahaan-perusahaan sekuritas atau yang bergerak dalam penanaman modal lainnya menghabiskan dana miliaran Rupiah demi membangun devisa riset yang handal. Itu semua tak lain demi mendapatkan informasi yang tepat dan analisa yang akurat mengenai penilaian perusahaan emiten atau hal-hal penting yang berkaitan dengan kinerjanya.

Menyadari begitu pentingnya nilai sebuah informasi bagi para investor maka dalam penyebarannya harus dilandasi asas keadilan dan dilindungi oleh hukum. Oleh karena itu setiap pelanggaran dalam penyebaran informasi tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana dengan ancaman sanksi.

Bursa efek turut mengemban tugas yang menjamin dan memastikan bahw informasi yang dikeluarkan oleh emiten akan sampai kepada investor secara merata dan terbuka dengan pengawasan yang dilakukan BAPEPAM. Dalam kaitan penegakan dan kepastian hukum dalam perdagangan saham maka setiap pihak harus melakukan transaksi tersebut berdasarkan kewajaran, keteraturan dan keterbukaan.

Hasan Zein Mahmud dalam makalah yang berjudul “Seluk Beluk Infomrasi Pasar dan Manipulasi Pasar”, menggambarkan sangat dominannya peranan informasi dalam nilai aktiva keuangan (financial asset). Beliau mengatakan investasi adalah information oriented business. Pada investasi dalam aktiva keuangan, peran informasi menjadi sangat dominan karena berbeda dengan aktifa riil (riil asset) yang nilainya terletak pada manfaat fisiknya. Nilai aktiva keuangan (financial asset) terletak pada klaimnya atas aset yang lain. Tanpa informasi tentang aset atas nama aktiva keuangan memiliki klaim maka aktiva keuangan tidak memiliki nilai, karena itu harga saham ditentukan oleh informasi. Perdagangan saham hanya bisa dikatakan adil (fair) apabila tidak terjadi kesenjangan dalam pemilikan informasi (assyemetric information). Tercapainya level playing field dalam transaksi saham mutlak membutuhkan pengaturan terhadap orang dalam yang memiliki akses lebih besar terhadap informasi dan pengaturan terhadap arus informasi itu sendiri (Zein 1998 : 1).

Selanjutnya Zein (1998 : 2) menyatakan, informasi yang perlu diatur adalah informasi yang penting dan relevan. Suatu informasi disebut penting dan relevan bila mempengaruhi 3 (tiga) hal, yaitu:

  1. Harga saham.
  2. Kondisi fundamental perusahaan yang menerbitkan saham, yang pada gilirannya akan mempengaruhi harga saham.
  3. Keputusan investasi pemodal yang juga pada gilirannya akan mempengaruhi harga saham.

Melihat relevansi informasi dalam mempengaruhi harga saham adalah penting untuk mengatur penggunaannya, sehingga semua pihak dapat memanfaatkannya dalam suatu transaksi yang fair.

Pada uraian awal telah dibahas adanya Pasal 95 dan Pasal 96 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sebagai upaya melalui perangkat hukum melarang Insider mempengaruhi dan memberikan informasi kepada pihak lain. Selanjutnya dalam Pasal 97 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan ancaman hukum berupa sanksi hukum kepada orang yang mendapatkan informasi dengan cara melawan hukum. Adapun Pasal 97 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal berbunyi sebagai berikut:

(1)       Setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam secara melawan hukum dan kemudian memperolehnya, dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

(2)       Setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dan kemudian memperolehnya tanpa mealwan hukum tidak dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, sepanjang informasi tersebut disediakan oleh emiten atau perusahaan publik tanpa pembatasan.

Berdasarkan ketentuan ini perbuatan yang diancam hukuman adalah orang yang mendapatkan informasi dengan cara melawan hukum. Artinya, informasi tersebut diperoleh dengan cara mencuri, membujuk, kekerasan atau ancaman. Menurut Savitri dalam makalahnya berjudul “Hukum tentang Insider Trading”, menjelaskan konstruksi hukum untuk Pasal 97 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sebagai berikut: mengenai cara informasi didapatkan, harus terbukti didapatkan dengan cara melawan hukum yaitu informasi didapat, dibaca, dicuri atau yang bersifat suatu perbautan yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan flow of information yang dianggap sah. Untuk mengetahui informasi material yang ada di dalam emiten atau perusahaan publik dapat dilihat dari laporan-laporan kepada BAPEPAM (Vide Pasal 85 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal). Ada kewajiban pelaporan secara insidentil dari perusahaan terbuka kepada pihak BAPEPAM dan mengumumkan kepada masyarakat secepatnya (selambat-lambatnya akhir hari kerja kedua setelah terjadinya kejadian tersebut), apabila terjadi hal tertentu yang merupakan informasi atau fakta material yang mungkin dapat mempengaruhi harga efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal.

Dalam keputusan Ketua BAPEPAM No. KEP.83/PM/1996 tentang Keterbukaan Informasi yang harus segera diumumkan kepada publik diberikan contoh-contoh informasi atau fakta material tersebut yaitu:

  1. Penggabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha atau pembentukan usaha patungan.
  2. Pemecahan saham (Share split) atau pembagian
  3. Pendapatan dari dividen yang luar biasa sifatnya.
  4. Perolehan atau penemuan baru yang berarti.
  5. Produk atau penemuan baru yang berarti.
  6. Perubahan dalam pengendalian atau perusahaan penting dalam manajemen.
  7. Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek pembayaran efek yang bersifat hutang.
  8. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang material jumlahnya.
  9. Pembelian atau kerugian penjualan aktiva yang material.
  10. Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting.
  11. Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan dan atau direktur dan komisaris perusahaan.
  12. Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain.
  13. Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan.
  14. Penggantian wali amanat.
  15. Perubahan tahun fiskal perusahaan.

Ke 15 (lima belas) butir tersebut di atas hanyalah merupakan contoh dari informasi atau fakta material tentu masih terbuka contoh lain yang belum tercakup dalam contoh di atas.

  1. Informasi Orang Dalam Yang Bukan Tindakan Insider Trading

Tidak semua informasi orang dalam (Insider Information) yang diperdagangkan termasuk dalam tindakan-tindakan Insider Trading.

Munir Fuady (1996 : 180) memberikan contoh dari tindakan yang biasanya tidak tergolong dalam tindakan Insider Trading adalah terhadap para tippee yang mendapat informasi secara kebetulan dari pihak lain.

Contohnya adalah jika para ahli independen, yang dengan keahlian dan ketajaman analisisnya dia dapat mengetahui atau memperkirakan dengan persis apa yang sedang terjadi dalam suatu perusahaan, termasuk persoalan yang masih bersifat Inside Information, maka jika analisis tersebut melakukan perdagangan, tidaklah pantas dia dipersalahkan dan dihukum karena telah melakukan Insider Trading (Fuady 1996 : 181).

Dari dua contoh di atas memang tidak menunjukkan adanya hubungan dekat antara sipemberi informasi dengan penerima informasi, bahkan kedudukan mereka sama selaku terpisah. Penerimaan Inside Informatin tersebut bukan merupakan hasil kerjasama antara pihak-pihak yang dimanfaatkan untuk mendapatkan suatu keuntungan dalam menampakkan adanya unsur delik.

III       UPAYA MENGANTISIPASI TERJADINYA MANIPULASI PASAR DAN INSIDER TRADING PADA PERKEMBANGAN PASAR MODAL

 

  1. Upaya mengantisipasi manipulasi pasar dan Insider Trading pada Pasar Modal dalam prakteknya

 

Mengenai bahaya-bahaya yang timbul sebagai dampak negatif Insider Trading pada perkembangan pasar modal, yaitu:

  1. Terhadap mekanisme pasar.
  2. Terhadap emiten.
  3. Terhadap investor.
  4. Terhadap perusahaan.

Mengenai ke 4 (empat) bahaya tersebut, Fuady (1996 : 168), menguraikan sebagai berikut:

  1. Insider Trading berbahaya bagi mekanisme pasar yang fair dan efisien.
  • Pembentukan harga yang tidak fair (teori Informed Market), Jika ada Insider Trading akan tidak terbentuk harga yang fair berhubung kurangnya informasi tentang keadaan barang yang sebenarnya. Padahal harga yang fair tersebut merupakan sinyal yang akurat mengenai jumlah sumberdaya yang perlu dialokasi.
  • Perlakuan yang tidak adil di antara para pelaku pasar(teori Market Eglitarism atau Fair Play). Suatu pasar yang baik adalah pasar di mana semua anggota pasar diperlakukan secara sama dan adil. Dan di pasar modal, semua pelaku berhak atas informasi yang sama. Sedangkan dengan adanya Insider Trading, maka hanya sebagian kecil atau bahkan satu orang saja yang mempunyai informasi tertentu.
  • Berbahaya bagi kelangsungan hidup pasar modal. Jika keadaan pasar tidak fair, akan banyak orang meninggalkan pasar modal yang bersangkutan untuk beralih ke pasar modal di negeri lain ataupun ke jenis-jenis investasi lainnya. Maka dengan begitu, eksistensi pasar modal yang bersangkutan akan terancam.
  1. Insider Trading juga berdampak negatif bagi emiten

Dengan adanya Insider Trading, pihak investor akan hilang kepercayaannya terhadap emiten itu sendiri. Dan sekali nama baik investor jatuh, akan sulit baginya untuk berkembang atau menambah permodalan selanjutnya. Bahkan mungkin saja pihak pelaku Insider Trading tersebut berbuat hal-hal yang merugikan emiten agar harga berfluktuasi, sehingga dia dapat mengambil keuntungan dari situ. Padahal keuntungan tersebut dapat digolongkan sebagai Unjust Enrichment  (memperkaya diri secara tidak sah dengan memiliki apa yang bukan haknya).

  1. Kerugian materiil bagi investor

Memang dengan terjadinya perbuatan yang dapat digolongkan ke dalam Insider Trading ini, maka pihak investor akan mengalami kerugian secara langsung. Mungkin dia telah membeli surat berharga dengan harga yang kelewat mahal, ataupun menjualnya dengan harga yang kelewat murah. Bahkan investor dapat dikatakan telah dikhianati atau dikibuli oleh pihak Insider Trader tersebut. Padahal, di mana-mana, perlindungan publik (investor) selalu menjadi fokus utama dari pengaturan hukum di bidang pasar modal.

  1. Kerahasiaan itu miliknya perusahaan (teori Business Property)

Informasi rahasia itu miliknya perusahaan sesuai dengan asas pengakuan hak milik intelektual. Karena itu, tidaklah pada tempatnya milik perusahaan tersebut dimanfaatkan oleh pihak lain selain perusahaan itu sendiri.

  1. Penegakan hukum dalam kasus Insider Trading

Dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal sesungguhnya telah mengatur secara tegas adanya sanksi hukum bagi pelaku kejahatan dalam kegiatan pasar modal yaitu pada BAB XV tentang Ketentuan Pidana. Mengenai sanksi terhadap kejahatan Insider Trading diatur dalam Pasal 104 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang berbunyi:

“Setiap pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96 dan Pasal 97 ayat (1) dan Pasal 98 Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 15.000.000.000,- (lima belas milyar Rupiah).

Sanksi hukum ini sebenarnya cukup berat karena bersifat kumulatif yaitu gabungan antara pidana penjara dengan denda. Namun pun demikian ternyata tidak membuat jera pelaku-pelakunya, karena memang dalam prakteknya sulit untuk membuktikan adanya persekongkolan jahat ini. Menurut Nyoman (1998 : 3), aspek lain yang perlu diperhatikan untuk membuktikan kasus Insider Trading adalah bahwa Insider telah memiliki informasi orang dalam pada setiap perdagangan, bukannya pada penggunaan informasi tersebut untuk melakukan transaksi, Undang-Undang Pasar Modal juga tidak mengisyaratkan bahwa Insider mendapatkan keuntungan atau terhindar kerugian atas transaksi yang dilakukannya untuk membuktikan adanya Insider Trading, tidak menajdi masalah apakah Insider Trading memperoleh keuntungan ataukah tidak.

Ada juga yang berpendapat bahwa salah satu kendala sulitnya penegakan hukum dalam kasus Insider Trading adalah tidak adanya political will dan komitmen yang kuat dari pihak penegak hukum. Dalam kaitan ini Fuady (1996 : 182) menyatakan, salah satu area yang oleh sementara pihak dianggap sulit untuk diwujudkan adalah masalah yang berkenaan dengan law enforcement  dan penegakan sanksi-sanksi hukum terhadap si pelaku Insider Trading.

Walaupun sebenarnya, pekerjaan tersebut tidaklah sulit sekali, asal saja pihak penegak hukum mau bersungguh-sungguh untuk menegakkan aturan yang ada di pasar modal, dalam arti mempunyai political will, integritas dan komitmen yang kuat untuk menegakkan aturan yang ada.

Masalah penegakan hukum dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah menjadi salah satu fokus, antara lain:

  1. Melipatgandakan beratnya sanksi-sanksi hukum dibandingkan dengan apa yang terdapat dalam Undang-Undang Pasar Modal sebelumnya, terutama sanksi pidananya. Yakni dengan ancaman pidana yang bervariasi.
  1. Melipatgandakan dan memperluas kewenangan BAPEPAM sebagai ujung tombak penerapan sanksi-sanksi pidana ini. Bahkan oleh undang-undang BAPEPAM diberi kewenangan “menyidik” yang akan merupakan satuan polisi khusus. Kewenangan seperti ini belum ada dalam Undang-Undang Pasar Modal sebelumnya.

Sungguhpun diakui pula tentang amsih adanya ambivalensi dalam kedudukan BAPEPAM sebagai badan pengawas. Di satu pihak kepadanya diberikan kewenangan yang luar biasa besar, tetapi di lain pihak kedudukannya dalam birokrasi pemerintah sangat rendah, dan dia masih tunduk pada jajaran Departemen Keuangan. Bukan tidak mungkin ambivalensi ini justru yang menghambat tindakan-tindakan BAPEPAM nantinya. Mestinya BAPEPAM dilepaskan dari komando Departemen Keuangan, sehingga merupakan agency yang berdiri sendiri, dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden seperti kedudukan Bank Indonesia, Badan Koordinasi Penanaman Modal, BKKBN dan sebagainya. Jadi mirip dengan kedudukan Securities Exchange Commission di USA, yang memang terkenal ampuh dan berhasil (Fuady 1998 “ 183).

  1. Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya manipulasi pasar dan Insider Trading di dalam prakteknya

Sementara itu penegakan hukum di bidang administrasi tentu dapat pula dilakukan terutama oleh BAPEPAM, tetapi hanya terbatas pada pihak-pihak yang terkait dengan BAPEPAM.

Disamping penegakan hukum di bidang pidana dan administrasi, penegakan hukum di bidang perdata juga memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya Insider Trading, tentunya pihak yang dirugikan secara perdata dapat melakukan gugatan ke pengadilan yang berwenang. Maka dalam hal iuni, peranan hakim sangat menentukan untuk melakukan terobosan-terobosan, terutama dalam hal penafsiran terahdap Pasal 1365 KUHPerdata yang lebih fleksibel. Sebab, Pasal 1365 KUHPerdata inilah yang paling dapat dipakai untuk menggungat para pelaku Insider Trading, paling tidak untuk menghindari beban kerugian yang ditanggung oleh pihak yang dirugikan karena adanya Insider Trading tersebut.

Hanya saja, gugatan perdata ini dalam praktek akan mendapat banyak kendala dan boleh jadi tidak terlalu efektif. Hal ini dikarenakan beberapa fenomena sebagai berikut:

  1. Sulitnya membuktikan secara perdata telah terjadinya Insider Trading.
  2. Kurang prediktifnya keputusan pengadilan.
  3. Waktu yang lama dan biaya yang besar.
  4. Tidak menjerakan si pelaku berhubung tidak tersedianya aturan yang membolehkan penerapan “double” atau “triple damage”.

Karena itu, bila kita ingin mencegah terjadinya perbuatan Insider Trading maka yang paling efektif tentunya lewat jalur pidana. Dan, dari segi perangkat aturan main, dasar untuk itu sudah cukup kuat, walaupun di sana sini masih ada kelemahan. Sementera Undang-Undang Pasar Modal juga telah meletakkan dasar-dasar yuridis untuk masalah pemidanaan dari segi hukum formal dan hukum substantif. Dan dari segi hukum formal, hal ini masih tidak menyimpang dari dasar-dasar yang diletakkan oleh KUHAP.

IV     KESIMPULAN DAN PENUTUP

Dari uraian yang telah dikemukakan pada Bab I, II, III dan IV tersebut di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Upaya mengantisipasi manipulasi pasar dan Insider Trading pada Pasar Modal dalam prakteknya adalah dengan melakukan penegakan hukum secara komprehensif bagi seluruh pelaku pasar modal dengan memberikan sanksi hukum yang sangat berat bagi para pihak yang melanggarnya.
  1. Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya manipulasi pasar dan Insider Trading di dalam prakteknya adalah dengan cara melakukan upaya hukum administratif, perdata dan yang lebih efektif lagi adalah dengan upaya pidana bagi para pelaku yang telah melakukan pelanggaran di pasar modal, karena sanksi pidananya bukan hanya pidana badan akan tetapi dikumulasi dengan pidana denda, sehingga dengan diberlakukan sanksi pidana, maka penegakan hukum pasar modal lebih efektif dan efisien.

 

DAFTAR PUSTAKA

BAPEPAM, Peranan Pasar Modal dalam Upaya Peningkatan Dana Untuk Pembiayaan, Makalah, disampaikan di Jakarta, tanggal 8 juni 1998

Munir Fuady, Pasar Modal Modern, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

  1. Nyoman Tjeger, Kejahatan Pasar Modal Indonesia Yang Bersih dan Berwibawa Melalui Peraturan dan Perangkat Hukum, Key Note Speech, Jakarta, tanggal 1 Oktober 1998.

Indra Savitri, Kejahatan Pasar Modal, c/o Global Bool, Savitri & Co, Publication Book Devision,  1998

—————–, Hukum Tentang Insider Trading, Makalah, Jakarta, tanggal 1 Oktober 1998.

Jasso Winarto, Insider Trading dan Implikasinya Terhadap Pasar Modal Indonesia, Makalah, Jakarta, tanggal 1 Oktober 1998

Zein Mahmud Hasan, Seluk Beluk Informasi Pasar dan Manipulasi Pasar Serta Batasan Insider Trading di Pasar Modal, Makalah, Jakarta, tanggal 1 Oktober 1998

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal

[1]              Penulis adalah salah seorang partner dari Subarkah, Madurani, Wirjohoetomo, attorney & counselors at law.

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di D-LEAD ada yang bisa kami bantu ?